Betapa shocknya Saran saat melihat Duang mendadak muncul di sana. Dia langsung bangkit sampai membuat mongkhon-nya terlepas dari kepalanya yang jelas saja membuat Rin kaget.
Semua tamu pun keheranan dengan suasana ini. Khun Ying langsung marah menuntut siapa wanita ini, pakaiannya tidak pantas lagi. Bagaimana bisa dia pakai baju serba hitam ke upacara pernikahan.
Untung saja Chalat cepat-cepat bertindak menyadarkan Saran dan menyuruhnya untuk duduk kembali lalu menyeret Duang keluar dari sana. Chode buru-buru memasangkan mongkhon-nya Saran kembali dan meyakinkan para tamu untuk melanjutkan acara memberkati kedua pengantin.
Chalat langsung mengomeli Duang begitu mereka keluar. Bisa-bisanya dia datang ke pesta pernikahan dengan baju hitam dan menangis di tengah-tengah acara.
"Aku tidak tahu kalau Saran menikah."
"Dia menikah dengan tunangan masa kecilnya."
Duang sontak menangis mendengarnya. Chalat heran, ada apa dengannya? Duang mengaku kalau dia bertengkar dengan Naris. Suaminya itu telah menipunya. Makanya dia datang kemari.
"Lalu bagaimana kau bisa tahu kalau Saran ada di sini?"
"Aku mencarinya ke kantornya, tapi mereka bilang kalau dia dipindahkan kemari. Makanya aku mencari tahu alamatnya dan datang kemari."
"Lalu apa orang tuamu mengetahuinya?"
"Tidak."
"Kau baru menikah sebulan, tapi kau langsung lari kembali ke mantanmu. Duang, ini masalah besar."
Di pesta, Ibu Saran berterima kasih pada Khun Ying karena telah memberikan Rin kepada mereka. Rin anak yang sopan dan baik.
Kedua pengantin lalu dibawa ke kamar pengantin mereka. Kepala Sheriff dan Istrinya lalu memberi contoh pada kedua pengantin tentang upacara terakhir di ranjang pengantin.
Suami-istri terlebih dulu harus memberikan penghormatan di atas ranjang mereka sebelum kemudian sang istri memberikan penghormatan di kaki sang suami.
Lalu keduanya berbaring bersama dan saling memeluk satu sama lain. Dan terahir adalah saling mengucap harapan untuk masa depan rumah tangga mereka. Sang suami berharap rumah tangga mereka penuh dengan anak-cucu dan sang istri berharap rumah ini akan penuh dengan uang dan emas.
Tapi saat kedua pengantin melakukannya, mereka sama-sama melakukannya dengan canggung sambil memaksakan senyum.
"Saran, tolong jaga putriku dengan baik." Pinta Khun Ying.
"Baik."
Para tetua lalu keluar meninggalkan kedua pengantin berduaan di kamar. Ibu Saran bahkan melarang mereka berdua keluar kamar sampai besok pagi.
Begitu pintu tertutup, Rin langsung blak-blakan menduga kalau wanita itulah yang telah meninggalkan Saran. Saran membenarkan, tapi wanita itu sudah sebulan menikah.
"Tapi dia datang kemari sambil menangis. Kau pasti sangat mencemaskannya."
"Kami saling mengenal sejak kami masih kecil, kami bertetangga dan pergi ke sekolah yang sama."
Tapi sekarang Saran tidak bisa pergi ke mana-mana, lalu apa yang akan dia lakukan?
Tiba-tiba Saran mencopot jasnya dan meminta izin Rin. "Aku ingin tahu kenapa dia menangis dan apa yang terjadi padanya."
Hah? Tiba-tiba saja dia membuka jendela dan begitu melihat Sherm yang kebetulan sedang lewat, dia langsung memerintahkan Sherm untuk membawakannya tangga lalu keluar dan meninggalkan pengantinnya.
Dari jendela kamarnya, Rin melihat kedua orang itu saling berplukan begitu mereka bertemu. Pemandangan tak menyenangkan yang jelas saja membuat Rin cemburu. Saran cemas, apa sebenarnya yang terjadi pada Duang?
"Pria itu menipuku! Aku akan menceraikannya!" Tangis Duang.
Mereka terus saja saling merangkl erat tanpa mempedulikan dunia. Untung saja Chalat datang saat itu juga. Dia sontak mengomeli Saran dan menyuruhnya balik ke pengantinnya sekarang juga.
Duang keberatan, dia bahkan belum memberitahu apapun pada Saran. Chalat menegaskan kalau mereka bisa menunggu besok. Hari ini adalah acara pernikahan dan tamu-tamu masih ada di rumah. Saran harus kembali sebelum ada yang melihatnya.
Duang ngotot meminta Saran untuk tidak meninggalkannya. Saran pun tampak tak enak hati harus meninggalkannya. Tapi Chalat meyakinkannya untuk tidak cemas. Dia akan mengantarkan Duang ke hotel dan menjaga Duang dengan baik.
Duang terus berusaha mempertahankan genggaman tangannya. Tapi Saran akhirnya melepaskannya dan pergi meninggalkannya. Chalat tegas memerintahkan Duang tetap di sini, dia tidak boleh pergi ke mana-mana!
Saat kedua pria itu balik ke tangga, mereka mendapati Rin melempar tatapan membunuh pada Saran. Chalat jadi cemas melihatnya, jangan-jangan pengantinnya Saran akan mendorong tangga ini.
Saran yakin tidak. "Sudah sebulan dia tinggal di sini. Dia bukan tipe orang yang seperti itu. Tolong jaga Duang."
"Baiklah. Cepatlah naik."
Tapi saat Saran mulai menaiki tangganya, Rin tiba-tiba berkata. "Menjadi orang baik bukan berarti aku tidak bisa marah."
Dia langsung saja memegangi ujung tangga. Saran kontan cemas dan berusaha membujuknya untuk tenang dulu, tapi Rin sudah terlanjur kesal dan langsung mendorong tangganya tanpa ampun. Saran pun langsung jatuh ke tanah. Wkwkwk!
Para tamu sontak cemas mendengar suara teriakan Saran. Apa terjadi sesuatu pada Saran? Tapi Nuer meyakinkan mereka kalau itu bukan apa-apa. Silahkan dilanjutkan makan-makannya.
Chalat langsung ngakak melihat itu. "Kau bilang dia bukan tipe orang seperti itu. Wanita itu hebat juga."
"Kau gila! Kenapa malah memujinya?! Si*lan. Galak banget."
Rin masa bodo dan langsung pergi dari jendela. Tapi karena para tamu masih di dalam, terpaksa Saran tetap nekat naik tangga lagi. Cuma ini satu-satunya jalan masuk.
Begitu berhasil masuk ke kembali ke kamar pengantinnya, Saran sontak kesal mengejar Rin. Rin berusaha keluar dari sana. Tapi Saran dengan cepat menangkapnya hingga membuat Rin oleng ke belakang.
Dia refleks menjerit sekencang-kencangnya yang kontan membuat para tamu kaget. Khun Ying yang cemas, tak sengaja keceplosan menyebut nama Rin yang asli dan jelas saja itu membuat Ibu Saran heran.
Untung saja Khun Ying cepat sadar dan meralat kalau yang dia maksud adalah Braralee. Kepala Sheriff santai meyakinkan tamu kalau itu bukan apa-apa. Mereka kan pengantin baru. Pfft!
Di dalam kamar, Rin panik mendorong Saran darinya. Saran kesal, berani sekali Rin mendorong tangganya. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, Saran merasa lega juga.
"Lega apa?"
"Lega karena kau ternyata punya hati. Kukira hatimu hanya ada pada tumbuh-tumbuhan, pada tirai dan pisau di dapur."
"Aku melihatmu memeluk wanita itu." Kesal Rin.
Saran malah nyengir mendengarnya. Dia langsung mendekat lalu berbisik menggoda di telinga Rin. "Kau cemburu, yah?"
Kesal, Rin sontak mendorongnya lagi. Tapi kali ini dia mendorongnya terlalu keras sampai Saran menubruk meja rias dan membuat barang-barang di atasnya terjatuh sampai pecah.
Para tamu makin shock mendengar suara ribut itu. Tapi Kepala Sheriff malah santai saja mengira kalau kedua pengantin baru itu lagi ganas banget. "Kalau begini, rumah ini bakalan punya banyak keturunan." (Wkwkwk!)
Saran tidak marah, tapi dia terus saja menatap wajah Rin. Menatap wajah Rin seperti yang selama ini Rin inginkan.
Rin sampai risih dengan tatapannya. "Aku tidak butuh. Berhentilah menatapku."
"Aku tidak bisa berhenti memandangmu karena aku menikmatinya." Goda Saran.
Rin sontak panik mendengarnya dan berusaha kabur kembali ke kamarnya sendiri (kamar sebelah yang terpisah oleh pintu). Tapi pintunya malah terkunci. Rin tidak terima, kamar yang kecil kan kamarnya.
"Ibu ingin aku menguncinya dulu. Kuncinya ada padaku dan Ibu bilang bahwa hanya aku yang bisa menentukan kapan kau bisa menggunakan kamar ini."
"Lalu kuncinya ada di mana?"
"Di laci nakas."
Rin dengan polosnya mempercayai perkataan Saran dan langsung mencari-cari ke laci nakas. Tapi, kok tidak ada?
Oh, mungkin... di rak buku. Lagi-lagi, Rin langsung melesat ke rak buku. Tapi tetap saja tidak bisa menemukan kunci itu.
"Tidak ada, yah? Kalau begitu, mungkin sudah hilang."
Sadar kalau dia sudah dibodohi, Rin sontak mendekat untuk melabraknya. Tapi Saran dengan sengaja menjegalnya dan jadilah Rin terjatuh menimpa Saran dan Saran langsung merngkulnya erat-erat dengan senyum lebar.
"Lepaskan tangan kotormu dariku! Kau baru saja memluk wanita lain!"
"Dia duluan yang memelukku. Bukan aku yang memulainya."
Rin sontak sebal memukuli Saran. Tapi Saran tetap bertahan memeluknya erat-erat dan tampak mulai terpesona semakin lama dia menatap Rin.
"Hari ini adalah hari pertama kita memulai hidup baru. Kita bahkan tak tahu besok seperti apa."
Rin akhirnya berhasil melepaskan diri darinya sambil bertanya-tanya seberapa besar kemanusiaannya Saran. Binatang hanya punya hasrat dan mengikuti insting mereka saja, sementara manusia punya pengendalian diri.
"Manusia mengendalikan diri mereka demi memenuhi tugas dan moral mereka. Jika kau punya pengendalian diri, hidupmu akan bahagia. Tapi jika tidak, maka hidupmu akan penuh kerusuhan tiada akhir. Segalanya tergantung padamu sendiri."
Tiba-tiba peti kecil di atas meja menarik perhatiannya. Rin sontak melesat membukanya dan benar saja. Di sana lah dia menemukan segerombol kunci. Dia langsung membuka pintunya lalu menguncinya lagi dari dalam kamarnya yang jelas saja membuat Saran protes.
"Hei! Semua kunciku ada di sana. Kembalikan!"
"Dasar playboy. Jangan harap aku akan terlibat dalam kisah cintamu yang menyedihkan. Lebih baik kita urus urusan masing-masing." Rin melepaskan kunci kamarnya lalu melempar sisa kuncinya kembali ke Saran.
0 Comments
Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam