Sinopsis Padiwarada Episode 2 - Part 5


Ternyata Naris sudah menjual istana mewahnya ini demi membiayai studinya di Inggris. Tapi dia meyakinkan kalau mereka masih bisa tinggal di sini selama seminggu. Naris janji akan membeli rumah yang bagus di dekat asrama dosen nanti.

Tapi alih-alih mendapat pengertian sang istri, seketika itu pula Duang yang tadinya tampak manis pada suaminya, mendadak berubah sikap dan marah-marah. "Kenapa kau tidak memberitahuku sebelumnya?"

Naris tidak mengerti. "Tentang menjual rumah ini? Apa itu penting?"

"Bagaimana bisa kau tanya apakah itu penting? Apa kata orang nanti? Khun Chai Naris harus menjual istananya? Apa kau tidak malu?"

Naris panik berusaha meyakinkan Duang bahwa sebagai profesor di universitas, mereka akan diberikan tempat untuk tinggal dan juga diizinkan bepergian ke luar negeri.

"Kita masih punya kehormatan. Dan aku masih punya 3 gedung lain yang sedang disewakan sekarang. Tidak perlu malu."

"Kau tidak malu, tapi aku malu! Orang tuaku juga malu! Kau sengaja menyembunyikan fakta ini dari keluargaku. Kau pembohong! Kau berbohong padaku! Aku tidak mau tinggal denganmu lagi! Aku muak!" Dia langsung pergi meninggalkan suaminya saat itu juga tanpa menoleh ke belakang.


Di Paktai, Ibu Saran menelepon Chalat untuk meminta Chalat untuk jadi best man-nya Saran di pernikahannya nanti. Chalat kaget mendengarnya, benar-benar tak tahu kalau Saran mau menikah. Dia mau menikah dengan siapa?

"Dia akan menikah dengan tunangannya, Braralee. Aku sudah menduganya. Saran pasti tidak bilang-bilang. Dia membiarkanku melakukannya sendiri." Keluh Ibu.


Saran dan rekannya - Chode, mendatangi sebuah toko yang menjual barang-barang impor dan pernah menjadi korban perampokan geng White Tiger bulan lalu.

"Ini yang ketiga kalinya." Ujar Saran

"Tiga kalinya apa?"

"Coba pikir. Tempat pertama adalah pabrik karet, tempat kedua adalah restoran, dan toko ini menjual barang-barang mahal. Mereka bertekad untuk merampok bisnis besar di kota ini."

"Betul juga. Kau memang pemerhati yang hebat."


Saran pun segera menyuruh Chode untuk mencatat pernyataan pemilik toko dengan seksama jika dia datang nanti. Sementara Chode menginterogasi pelayan toko, Saran sibuk mengedarkan pandangannya ke sekeliling toko itu hingga perhatiannya tertarik pada sebuah botol parfum mewah.


Keesokan harinya, Nuer memberikan sebuah kotak hadiah pada Rin yang isinya ternyata parfum mewah yang dilihat Saran kemarin.

"Khun Nu membelikan itu untuk anda." Ujar Nuer

"Siapa?"

"Pak Sheriff."

Hah? Rin jelas kaget mendengar Saran membelikannya hadiah. Nuer berkata karena Rin membeli kain untuk mendekorasi rumah dan juga membeli bahan-bahan makanan dengan uangnya sendiri, makanya Saran membelikan parfum ini sebagai hadiah untuk Rin.


Keheranan, Rin langsung pergi ke kamarnya Saran. Tapi di sana, dia melihat Saran tampak sedang sibuk dengan dokumen-dokumennya.

"Apa sebenarnya yang dia pikirkan?" Heran Rin. Tapi karena tak ingin mengganggunya, Rin akhirnya memutuskan pergi.


Braralee mengirim surat untuk Rin. Dia mengaku hidupnya belakangan ini bagai dongeng. Hubungannya dengan Panit berjalan dengan baik.

Panit juga sangat baik padanya dan selalu menanyakan pendapatnya akan pernikahan seperti apa yang dia inginkan. Panit bahkan bilang kalau mereka akan mengadakan pernikahan terbesar di ibukota.

"Aku merasa hatiku begitu bahagia seperti masa depan kami kelak. Aku merasa kami berdua memasuki dunia dongeng. Bagaimana denganmu, Rin? Kau akan menikah entah hari ini atau besok. Apa kau bahagia, Rin sayang?"


Rin sedih membaca pertanyaan terakhirnya. Dalam surat surat balasannya, Rin mengaku bahwa pernikahannya nanti akan sangat berbeda dibanding pernikahannya Braralee kelak.

Dibanding pernikahan besar ala dongeng, pernikahan Rin hanyalah pernikahan kecil, lebih seperti upacara pemberkatan dari Ibunya Saran saja.

Selama beberapa waktu kemudian, para pekerja mulai sibuk menata rumah dan para pembantu sibuk memasak untuk acara pernikahan Saran dan Rin.

Saran sendiri masih sibuk dengan pekerjaannya dan berdiskusi dengan para sheriff lainnya tentang bagaimana melindungi warga dari geng White Tiger. Sementara Rin dipingit di rumah dan menghabiskan waktunya dengan menyulam.

"Sementara aku sang pengantin, aku dilarang melakukan apapun selain tinggal di kamar. Bagiku, tidak ada yang namanya pernikahan bak kisah dongeng. Aku seperti tahanan yang menunggu prajurit datang. Aku menyayangi dan merindukan kalian semua, Rin Rapee." Pungkas Rin dalam suratnya.


Hari pernikahan akhirnya tiba. Tapi sayangnya, yang datang ke pernikahan Rin hanya Khun Ying seorang. Acara dimulai dengan sesi lamaran yang dipimpin oleh Kepala Sheriff setempat yang mewakili keluarga Saran untuk melamar Rin.

Khun Ying menerima lamaran mereka dan meminta Saran untuk mengajari Rin dengan baik jika dia tidak tahu apapun. Ia lalu membuka mahar untuk Rin yang berupa beberapa batang emas dan uang dan juga kedua cincin ruby. Kepala Sheriff kemudian menaburkan bunga-bunga di atas mahar tersebut yang kemudian diikuti oleh kedua ibu.


Tapi Chalat memperhatikan ekspresi pengantin pria tampak sangat murung. Tidak tampak ada kebahagiaan sedikitpun.

"Kau akan menikah. Cobalah terlihat bahagia sedikit. Upacara cinta ini penuh dengan kehangatan" Bisik Chalat.

"Aku pernah memimpikan peristiwa ini, tapi pengantinnya adalah Duangsawat. Tapi sekarang bukan dia, makanya hatiku hampa."


Setelah acara lamaran selesai, Saran dan Chalat bicara berdua di luar. Membicarakan keanehan pengantinnya Saran, soalnya Chalat yakin wanita itu bukan Braralee. Jelas saja Saran jadi semakin curiga.


Acara lalu dilanjutkan dengan upacara pernikahan. Kedua pengantin menyalakan lilin bersama-sama yang kemudian diikuti dengan mengucap setia sehidup semati di hadapan Buddha.

Saat para biksu mulai membacakan doa-doa, Ibu Saran berdoa dalam hatinya pada Buddha dan almarhum suaminya untuk merestui pernikahan mereka. Semoga pernikahan ini berjalan mulus dan penuh kebahagiaan.


Tapi baru saja ia berdoa seperti itu, langit cerah mendadak mendung tebal lalu angin badai berhembus kencang memprakporandakan acara pernikahan itu. (Oh, apakah ini pertanda pernikahan mereka akan penuh cobaan?)

Namun secepat ia datang, secepat itu pula angin badai itu pergi dan keadaan pun kembali tenang. Tapi tak pelak kejadian barusan membuat Ibu Saran cemas.

 

Khun Ying datang menemuinya setelah Rin berganti baju pakai baju pengantin tradisional. Rin refleks memanggilnya Khun Ying lalu memluknya erat. Tapi Khun Ying memaksanya untuk mengulang panggilannya. Rin pun cepat-cepat mengoreksi ucapannya dan memanggilnya 'Ibu'.

"Kau kurusan, Nak. Ayahmu demam, makanya anak-anak juga tidak bisa datang ke pernikahan juga."

 

Rin mengerti kok. Tapi dia penasaran, dulu waktu Khun Ying pertama kali bertemu Tuan Bumrung di hari pernikahan mereka, bagaimana Khun Ying bisa jatuh cinta pada Tuan Bumrung?

"Kau, gadis generasi baru. Kau pasti berpikir kalau menikah itu seperti dalam kisah dongeng."

"Tidak sama?"

"Suami dan istri akan saling mencintai dan membenci satu sama lain."

"Sungguh?"

"Kadang kalian akan saling merindukan satu sama lain, kadang pula kalian akan merasa bosan pada satu sama lain. Kalian akan bisa saling menyesuaikan diri."

"Seperti gigi dan lidah?"

"Orang-orang dari generasi kami menikah bukan dengan cinta, tapi dengan kehormatan. Dengan niat bahwa orang tersebut akan menjadi satu-satunya, itulah yang namanya pasangan. Berkat niatan itu, muncullah kesabaran dan kemauan untuk melewati semua masalah."


Mendengar nasehat itu. Rin langsung membaringkan kepalanya di pangkuan Khun Ying dengan sedih. Semua orang memandangnya sebagai wanita yang kalem, padahal sebenarnya dia tidak punya kesabaran sama sekali.

"Mulai sekarang, jangan melarikan diri, Rin. Jangan menyerah. Tetap lakukan seperti yang biasanya kau lakukan. Walaupun kau tidak mendapatkan cintanya, tapi setidaknya kau mendapatkan respek darinya sepanjang hidupmu."


Acara dilanjutkan dengan pemakaian mongkhon (itu tuh yang dipakai di kepala kedua pengantin) oleh Kepala Sheriff. "Semoga mongkhon ini menyatukan kalian berdua dan tidak membiarkan apapun memisahkan kalian berdua." Doa Kepala Sheriff.


Setelah itu, giliran Ibu Saran yang memberkati kedua pengantin dengan air suci sambil memberikan wejangan untuk mereka.

"Air akan mengubah bentuk saputangan yang disiraminya, karena air tidak berbentuk. Saat kalian berdua hidup bersama seperti air, ingatlah untuk saling memaafkan satu sama lain, saling menunjukkan kebaikan dan kasih pada satu sama lain."


Saat giliran Khun Ying memberkati mereka, ia memberitahu Saran bahwa Rin adalah Padiwarada. "Seorang istri yang sulit dicari. Pelan-pelan kau akan mengerti apa maksudku. Tolong jaga dia dengan baik, Saran."

Ia mengingatkan Rin bahwa kata 'istri' adalah kata yang sangat terhormat. "Tugas istri adalah menjadi harapan bagi suamimu dan generasi kalian kelak. Tampaknya itu sesuatu yang biasa, tapi itu adalah tugas untuk membangun dunia."


Para tamu lalu bergiliran memberikan pemberkatan mereka pada kedua pengantin. Tapi di tengah-tengah acara, tiba-tiba Duangsawat muncul dengan memakai pakaian serba hitam dan membawa koper. (OMG! Dia mau balik ke Saran?)

Shock, Saran sontak bangkit sampai membuat mongkhon-nya terlepas dari kepalanya. Duang pun shock mendapati Saran menikah. Rin pun kaget dan bingung menghadapi situasi ini.

Bersambung ke episode 3

Post a Comment

0 Comments