Sinopsis Forever and Ever Episode 26

Atas bantuan Chen dan teman pengacaranya dalam menyelesaikan masalah ini, rekan-rekannya membelikan beberapa lauk makan siang untuk Chen. Chen lalu menyuruh kedua asistennya untuk pergi duluan ke laboratorium baru mereka di Xi'an.

Tapi mereka penasaran, jika Chen bekerja di Xi'an, sedangkan istrinya di Shanghai, apa Chen tidak khawatir kalau istrinya bakalan direbut pria lain. LDR selama bertahun-tahun, pastinya lama kelamaan akan membuat hubungan semakin renggang.

Tapi Chen santai saja. Selama ini selalu ada orang yang mengejar istrinya, yah pastinya dia cemburu, tapi Shi Yi bahkan tak pernah memberi kesempatan pada pria lain untuk mendekatinya. Jadi tidak ada yang perlu dia khawatirkan. Wah! Mereka benar-benar kagum mendengarnya. Baru kali ini mereka melihat orang cemburu setenang ini.

Tiba-tiba TV menayangkan wawancara Shi Yi saat dia menghadiri acara award yang dulu. Reporter bertanya tipe pria seperti apa yang Shi Yi sukai. Dan Shi Yi dengan mantap menjawab dengan memberikan gambaran tentang suaminya. 

Bahwa dia menyukai pria ilmuwan yang meneliti Venus. Karena Venus adalah planet spesial di antara planet-planet terdekat dengan bumi. Hanya di Venus, matahari terbit dari barat dan tenggelam di timur. Karena Venus spesial, maka orang yang menelitinya juga spesial.

Dan tak lama setelah itu, Chen tiba-tiba ditelepon sang istri tercinta. Dia sudah ada luar karena ada urusan yang bersangkutan dengan ayahnya. Jadi begini, di kampus ayahnya ada sebuah seminar. Tapi tamu pembicaranya tiba-tiba tidak bisa datang karena alasan tertentu, seorang astrofisikawan.

Chen kan belajar astrokimia, makanya ayahnya menyuruhnya kemari untuk tanya apakah Chen bersedia menggantikan orang tersebut. Tentu saja Chen bersedia, hari ini juga boleh, kebetulan dia sedang ada waktu luang. Tidak perlu menyiapkan apa pun, dia akan memakai materi yang dia gunakan dalam seminarnya yang sebelumnya saja.

 

Mereka pun berangkat ke kampus tak lama kemudian. Biarpun bukan artis, tapi Shi Yi cukup terkenal juga, bahkan para mahasiswa di sana mengenalinya dan heboh minta tanda tangannya.

Gara-gara itu, dia jadi terlambat untuk mengikuti seminarnya Chen. Pidatonya Chen sudah selesai saat dia baru tiba di depan pintu ruangan itu. Chen langsung menutup seminarnya begitu saja tanpa sesi tanya jawab, soalnya seminar ini memang terlalu mendadak. Selain itu, istrinya sudah menunggu sangat lama di luar.

Informasi kalau dia sudah menikah di usia semuda ini kontan membuat para mahasiswa heboh. Apa nantinya dia tidak akan menyesal? 

"Pertanyaan ini seharusnya kalian tanyakan pada istriku dan bukannya padaku, karena dia lebih terampil dariku." Ujar Chen sambil menatap sang istri yang sedang menatapnya di luar pintu. "Aku hanya orang biasa. Aku bertemu seseorang di luar ekspektasiku pada waktu yang tepat. Jika aku tidak menikahinya, aku mungkin akan menyesal seumur hidupku."

Mengalihkan topik kembali ke pembahasan mereka, Chen akhirnya mengizinkan mereka untuk menanyakan satu pertanyaan saja. Seorang mahasiswi tanya kenapa Chen memilih planet Venus padahal Venus tidak begitu terkenal.

Karena Chen melihat Venus selayaknya masa depan bumi. Dia ingin tahu dan mempelajari apa penyebab planet yang dulunya layak dihuni, sekarang berubah menjadi Venus dengan efek rumah kaca yang tak terkendali seperti sekarang ini.

Dengan mempelajari Venus, manusia akan bisa melindungi planet bumi mereka ini dengan lebih baik. Dan dia juga berharap suatu saat nanti di masa depan, manusia akan bisa menjadikan Venus sebagai rumah kedua mereka.

Memang planet Venus sekarang ini sangat tidak layak huni, suhu panas dan radiasinya yang terlalu tinggi tidak memungkinkan adanya kehidupan di sana. Namun para ilmuwan di negara mereka sudah lama mempelajari dan mengusulkan berbagai solusi.

Tentu saja semua cara yang mereka tawarkan belum sanggup terealisasikan oleh manusia zaman sekarang. Namun asalkan mereka tetap teguh dan terus berupaya dalam mengembangkan teknologi mereka, maka tidak ada yang tidak mungkin. Mungkin suatu saat nanti, anak cucu keturunan mereka akan bisa pergi ke Venus dan menyaksikan matahari terbit di barat dan tenggelam di timur. 


Usai seminar tak lama kemudian, Shi Yi dengan bangga memuji ketampanan sang suami tercinta selama dia berpidato tadi lalu memberi hadiah kecupan di pipi... tepat saat dua mahasiswa tak sengaja lewat dan langsung bergegas pergi dengan canggung. Chen jadi malu.

Malam harinya, Shi Yi mendapati Chen sedang latihan menulis undangan pernikahan mereka. Biarpun undangan yang akan mereka bagikan sekitar 3000-an, tapi Chen tetap ingin menulisnya dengan tangan alih-alih cetak mesin selayaknya undangan zaman sekarang. Ini pernikahan sekali seumur hidup, jadi dia ingin membuat semuanya sendiri. (Niat amat, Bang. Wkwkwk!)

 

Mereka sebenarnya akan merayakan festival pertengahan musim gugur di Zhenjiang. Tapi sebelum itu, mereka menginap beberapa hari dulu di rumah orang tua Chen karena ini memang acara keluarga.

Mereka datang keesokan harinya. Shi Yi dan ibunya bergandengan tangan berjalan di depan, sedangkan kedua suami berjalan di belakang, sama-sama memegangi tas istri mereka masing-masing sambil berdebat tentang istri masing-masing lah yang paling cantik. Kedua istri cuma bisa geli mendengarkan perdebatan kekanak-kanakan suami-suami mereka itu.


Shi Yi dan Chen juga membawa kepiting-kepiting peliharaan mereka untuk dititipkan di sana selama mereka tinggal di Zhenjiang nanti. Mereka bukan hanya akan merayakan festival pertengahan musim gugur, melainkan juga merayakan ultah Nenek. Makanya Ibu menitipkan hadiah ultah pada Shi Yi untuk Nenek.


Di kamar, Chen melihat-lihat foto masa kecil Shi Yi yang imut dan sebuah boneka yang ada sulaman nama kecilnya Shiyi (sebelas). Chen penasaran kenapa nama kecilnya Shi Yi adalah Shiyi. Shi Yi mengaku itu ide neneknya. Orang zaman dulu kan percaya bahwa anak yang namanya simpel itu mudah diurus.

"Melihatmu berada di kamar tempat tinggal ku sejak kecil, rasanya sangat spesial."

"Spesial bagaimana?"

"Tidak bisa kudeskripsikan. Waktu aku pergi ke rumah Nenek bersamamu dan masuk ke kamar tidurmu semasa sekolah, bagaimana perasaanmu waktu itu?"

"Malam itu aku merasa kau lebih gugup dariku."

"Kayak kau tidak gugup saja."


Chen merasa biasa saja waktu itu. Hanya saja... dia tidak bisa tidur malam itu karena dia merasa Shi Yi sangat harum, rambutnya sangat wangi, baju tidurnya juga sangat wangi. Dia tidak terbiasa tidur di kamar yang ada aromanya, makanya dia susah tidur.

Shi Yi heran mendengarnya dan langsung mengendus dirinya sendiri, masa sih wangi? Baiklah kalau begitu, malam ini akan dia biarkan Chen menikmati keharumah ini sekali lagi.


Keesokan harinya, Chen beli sarapan sendiri di luar karena dia terbiasa bangun lebih pagi dari semua orang. Tapi sampai beberapa lama, dia malah belum balik juga. Shi Yi pun bergegas mencarinya keluar, tapi malah mendapatinya lagi asyik main catur sama bapak-bapak kompleks. Shi Yi langsung mengajaknya pulang bak ibu-ibu menjemput anaknya yang keasyikan main di luar.

Alih-alih naik lift, Shi Yi justru mengajaknya naik tangga. Shi Yi mengaku bahwa waktu masuk sekolah dulu, dia lebih sering naik tangga daripada lift karena dia kalau naik lift, sudah pasti dia akan bertemu dengan para tetangga, sedangkan dulu dia fobia bersosialisasi.

Dia juga punya sebuah rahasia. Dulu dia pernah menyukai seorang seniornya yang lebih tua dua tahun darinya. Seniornya itu sangat pintar, setara-lah sama Chen. Suatu hari dia pernah mengajak seniornya itu lewat tangga ini untuk menyatakan perasaannya.

Hah? Chen langsung cemburu, tapi dia berbohong kalau dia tidak cemburu, buat apa cemburu, toh dia dan Shi Yi sudah sampai ke tahap ini. Eh tapi tunggu dulu... bukankah Shi Yi pernah bilang kalau dialah pacar pertamanya Shi Yi?

Shi Yi sontak tertawa geli mendengarnya, semua ciri-ciri senior yang dia sebutkan tadi kan, ciri-cirinya Chen. Chen memang kekasih pertamanya dan satu-satunya. Chen langsung senang lagi.

Kembali ke Zhenjiang, Chen mengajak Shi Yi mendatangi pabrik pembuatan alat musik tradisional kecapi. Mereka disambut dengan antusias oleh bos pabrik yang menyebut Shi Yi sebagai tuan rumah baru mereka karena sekarang Shi Yi-lah pemegang saham utama pabrik ini.

Shi Yi heran mendengarnya, memangnya berapa banyak saham yang Chen berikan padanya. Chen mengaku semuanya. Hah? Semuanya? Chen mengaku bahwa ini adalah wasiat ayahnya. Beliau memang ingin memberikan pabrik ini pada menantunya karena beliau dan ibunya Chen tidak bisa bertemu langsung dengan menantu mereka. Makanya ayahnya meninggalkan pabrik ini untuk menantunya sebagai hadiah pertemuan dari mertua pada menantu.

Jadi semua aset orang tuanya adalah milik Shi Yi sekarang, termasuk rumah besar di Shanghai. Wah! Itu bisa jadi masalah besar. Bagaimana kalau suatu hari nanti dia tidak menginginkan Chen lagi dan ingin mengeluarkannya, bagaimana nasib Chen?

"Benar juga. Untungnya aku masih punya ketrampilan untuk mencari sesuap nasi. Tapi masalah tempat tinggal, aku hanya bisa tinggal di asrama institusi penelitian."

"Si malang, kalau begitu kau harus patuh padaku."

 

Bos pabrik percetakan dan pewarnaan datang tak lama kemudian untuk menyapa Shi Yi, lalu tiba-tiba saja dia mengenang mendiang ayah dan ibunya Chen. Bagaimana dulu ibunya Chen adalah orang yang banyak disukai oleh orang lain, dan ayahnya Chen memiliki sifat yang mirip seperti Chen. Ayahnya Chen sangat baik hati dan tidak pernah marah... kecuali waktu di aula leluhur. Tapi bahkan sebelum dia sempat mengucap apa pun lebih jauh, bos pabrik kecapi langsung menghentikannya.

Tapi Shi Yi sudah terlanjur penasaran dengan ucapannya tadi. Chen memberitahu bahwa ayahnya hanya pernah marah besar satu kali karena para tetua keukeuh menolak papan roh istrinya ditempatkan di aula leluhur. Sejak saat itu, ayahnya bersumpah tak mau lagi menyembah leluhur, dan Chen mengikuti jejaknya.

Nyonya Zhou dan beberapa tetua sudah berkumpul di rumah saat mereka tiba. Jelas ada yang harus mereka bicarakan dengan Chen, jadi Chen menyuruh Shi Yi untuk masuk kamar duluan.

Menurut Lian Sui, sepertinya para tetua itu sedang membicarakan untuk mengalihkan semua tugas Nyonya Zhou pada Shi Yi, karena Shi Yi sebentar lagi akan resmi menjadi nyonya rumah ini.

 Chen kembali tak lama kemudian dan memberitahu bahwa Nenek keukeuh tidak mau datang ke sini. Makanya Chen dan Shi Yi diminta pergi ke rumah Nenek untuk membujuk Nenek.

Shi Yi langsung setuju. Tapi dia mau memperbaiki riasannya dulu. Chen pun memanfaatkan saat itu untuk menulis undangan pernikahan mereka. Tapi entah apa yang dia tulis. Saat Shi Yi berusaha mengintipnya, dia langsung menyembunyikan undangan itu dan melarang Shi Yi melihatnya. Belum waktunya dilihat.

Yang tak disangka-sangka, kali ini Nenek ingat sama Shi Yi. Tapi Nenek mengira kalau ia sudah punya cicit, anaknya Chen dan Shi Yi, dan langung menuntut di mana cicitnya, kenapa tidak dibawa kemari? 

Chen dan Shi Yi sontak saling berpandangan dengan bingung dan canggung. Chen akhirnya berbohong bahwa cicit Nenek sedang mengerjakan PR sekarang. Nenek tak percaya, anak umur 3 tahun, masa mengerjakan PR? Chen meyakinkan bahwa cicitnya Nenek itu memang senang mengerjakan PR. Nenek akhirnya percaya juga. Tapi Nenek penasaran apakah mereka mau menambah anak satu lagi? (Pfft!)

Chen jadi makin canggung mendengarnya. "Apa mau melahirkan anak lagi? Itu... tergantung sama dia." Chen langsung beralih ke Shi Yi dan tanya. "Apa kau mau melahirkan satu anak lagi?"

"Mau. Tentu saja mau."

"Dia bilang mau. Berusahalah!" Seru Nenek sambil menaboki cucunya itu dengan antusias untuk segera bikin cicit lagi.

"Berusahalah." Goda Shi Yi mengulang ucapan Nenek.

"Hehe. Aku akan berusaha."

Nenek awalnya masih keukeuh tidak mau ikut ke rumah besar, Nenek malas bertemu banyak orang. Tapi saat Shi Yi merengek bahwa ia merindukan Nenek, makanya dia ingin makan bersamanya, Nenek akhirnya setuju juga dan langsung beranjak bangkit saat itu juga.

Bersambung ke episode 27 

Post a Comment

0 Comments