Jee terburu-buru kembali dengan membawa kompres dingin untuk pria yang ditonjoknya itu dan langsung menempelkannya dengan kasar sampai pria itu meringis kesakitan dibuatnya.
"Terlalu kasar, yah? Maaf."
Dia mau menempelkannya lagi, tapi pria itu dengan cepat mencegahnya dan mengompres dirinya sendiri.
Jee sekali lagi meminta maaf karena tadi salah mengenali mobilnya. Soalnya mobil mereka mirip banget, jadi dia kira itu mobilnya.
Pria itu mengaku kalau itu sebenarnya mobil adiknya. Dukun bilang kalau warna mobil itu sial baginya, makanya dia hampir tak pernah memakai mobil itu. Tapi kebetulan hari ini mobilnya ada di bengkel, jadi terpaksa dia harus meminjam mobil adiknya itu.
"Kau sial banget."
"Prediksi si dukun sangat tepat, kan?"
"Maksudku, kau sial banget kena tonjokkanku."
Tapi Jee penasaran, apa dia akan memberitahukan masalah ini pada wartawan? Pria itu malah bingung apa maksud Jee.
"Apa kau tidak ingat siapa aku?" Heran Jee
"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"
Wah, sepertinya Jee tidak cukup terkenal yah. Belakangan ini dia bertemu banyak orang yang tidak mengenalinya.
Pria itu kaget. "Kau selebritis?"
"Iya. Tapi kurang terkenal karena kau bahkan tidak ingat siapa aku."
"Eh, tunggu! Tunggu! Kau pasti terkenal, tapi aku tidak mengenalmu karena aku baru saja kembali."
Pria itu lalu memberikan kartu namanya dan mengaku kalau dia adalah insinyur pengeboran minyak dan dia baru saja kembali dari tengah laut. Karena lokasi kerjanya, dia tidak pernah mengikuti berita entertainment.
"Aku cuma bercanda kok. Tapi sekarang kau tahu kalau aku selebritis, apa kau akan bilang-bilang ke wartawan?"
"Tentang apa?"
"Tentang yang kutangisi tadi."
"Kau barusan menangis? Kenapa aku tidak ingat? Jangan-jangan tonjokanmu membuatku hilang ingatan." (LOL!)
Tapi dia penasaran dengan nama Jee, dia selebritis yang mana? Jee menolak memberitahu, baguslah kalau dia tidak ingat apapun. Lebih baik dia lupakan semua yang terjadi hari ini karena Jee sendiri juga ingin melupakan hari ini.
Teringat keluh kesah Jee tadi, pria itu lalu berusaha menghibur Jee dengan menunjukkan sebuah bintang yang terlihat paling terang di langit malam. Bintang itu namanya bintang utara.
Setiap kali ada badai di lepas pantai, pasti ada perahu penyelamat yang datang. Perahu itu menggunakan bintang utara sebagai kompas yang mengantarkan mereka pulang.
"Lalu salah seorang nelayan mengajariku bahwa saat langit gelap gulita dan ada badai dan kita berpikir bahwa kita tersesat tanpa jalan keluar, sebenarnya itu tidak benar karena itu (bintang utara). Kita pasti akan selalu punya jalan keluar. Setelah aku mendengar itu, aku tidak pernah melupakannya."
"Sebagai pengingat untuk dirimu sendiri?"
"Aku mengingatnya untuk memberitahukannya ke orang lain. Karena aku merasa setiap kali aku menceritakan cerita ini, aku merasa sangat tampan."
"Iya. Kau sangaaaat tampan. Aku meminta maaf sekali lagi karena meninju wajahmu dan terima kasih juga untuk cerita bintang utaramu."
"Dengan senang hati."
Tapi Jee rasa sekarang sudah saatnya mereka berpisah. Jee pun pamit duluan. Tapi pria itu tampak galau sesaat sebelum kemudian memutuskan untuk mengejar Jee.
Tapi setibanya di parkiran, dia tidak melihat Jee di mana-mana. Mengira Jee sudah pergi, pria itu akhirnya memutuskan pergi juga... sama sekali tidak menyadari kalau Jee sebenarnya masih belum pergi gara-gara kartu nama pria itu terjatuh di bawah mobil lain.
Jee harus membungkuk saat mengambil kartu itu sehingga dia tersembunyi dari pandangan pria itu. Dari kartu namanya, pria itu ternyata bernama Jate Watcharapan.
Di apartemennya Jee, Suki sampai terkantuk-kantuk di sofa gara-gara kelamaan menunggu Jee. Yang ditunggu-tunggu akhirnya pulang juga tak lama kemudian. Suki langsung cemas, dia dari mana saja seharian, teleponnya juga tidak diangkat.
"Aku capek. P'Suki pulang saja. Aku mau tidur."
Tapi Suki tidak melepaskannya begitu saja dan terus menuntut dia dari mana tadi. Dia pasti menemui Thit, kan?
"Pergilah. Aku mau mandi dan tidur."
"Jee! Kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku?"
"Dan waktu kau bicara dengan ibuku, kenapa kau tidak memberitahuku?!"
"Kau pikir aku melakukannya demi siapa?"
"Aku tidak menyuruhmu untuk ikut campur!"
Sakit hati, Suki langsung membanting segala macam barang yang Jee belikan untuknya sambil nangis.
"Kau membelikanku ini karena kau takut kakiku melepuh gara-gara sepatuku, aku tidak pernah memintanya! Vitamin C. Kau takut aku sakit makanya kau membelikannya untukku, aku tidak pernah memintanya! Kau takut aku ketiduran di lokasi syuting, makanya kau membelikan ini untukku, aku tidak pernah memintanya! Kenapa kau mempedulikanku?! Tidak usah mengkhawatirkanku! Biarkan saja aku mati! Dan kau bisa mencari manager lain!"
Suki langsung angkat kaki dari sana, tapi Jee masih saja keras kepala walaupun dia jelas-jelas tampak galau.
Cemas, Dao buru-buru mengejar Suki dan berusaha menenangkannya. Jee mengucap kata-kata jahat itu tanpa berpikir karena dia kecapekan.
Saat Jee keluar, Suki sinis berkata kalau dia yang salah karena terlalu ikut campur dalam hidup Jee. Mulai sekarang, mereka hanya akan berhubungan terkait pekerjaan saja.
"Sementara dalam urusan pribadinya, aku bukan kakak, bukan teman, bukan keluarganya! Dia tidak mau aku mengganggunya!"
Jee sontak memluk Suki dari belakag dan meminta maaf atas sikapnya barusan. Kata-kata yang dia ucapkan tadi, tidak dia pikir lebih dulu. Jadi Suki jangan marah padanya. Dia meminta maaf setulus hati.
"Sungguh, P'Suki. Aku meminta maaf padamu dari lubuk hatiku yang terdalam. Aku yang salah. P'Suki, kau bukan cuma sekedar manager. Kau juga kakakku, temanku dan keluargaku. P'Suki, tolong maafkan aku."
(Aww, so sweet) Hati Suki luluh seketika. Dia memaafkan Jee... tapi ada syarat. "Kau harus janji padanya kalau kau akan kembali menjadi Jee yang dulu. Orang yang rajin bekerja dan tidak membuat masalah lagi sampai membuat rambutku ubanan."
"Baiklah. Aku janji akan jadi Jeerawat yang dulu yang selalu siap bekerja dan tidak akan membuat masalah lagi sampai membuat rambutmu ubanan. Puas?"
"Belum."
"Terus kau mau aku melakukan apa lagi?"
"Seharusnya kau bilang 'apa kau mau makan sesuatu?' Aku sudah menunggu lama. Aku lapar. Lapar akan pria (kekasih g*y) dan makanan juga! Selalu saja bikin masalah!"
Jee dan Dao sampai geli mendengarnya. Mereka tidak bisa membantu masalah pria, tapi Dao bisa membuatkan sandwich untuk Suki. Jee pun cepat-cepat mendorong Suki kembali ke apartemennya.
Keesokan harinya di firma hukum, si pegawai yang lembur bersama Thit kemarin, melihat Thit masih sibuk bekerja. Dia belum pulang semalaman karena masih menunggu pihak hotel mengirimkan daftar tamu pesta malam itu.
Dan sekarang dia sedang melihat-lihat foto-foto acara itu, siapa tahu ada salah satu foto yang bisa mereka jadikan bukti.
Tapi kegiatannya itu tersela dengan cepat saat Piak menelepon dan memberitahu kalau ayahnya ingin bicara dengan Thit terkait kontrak salah satu musisi.
Piak menelepon sambil jalan saat tiba-tiba saja dia hampir terjatuh gara-gara tali sepatunya lepas.
Untung saja Chaiyan sigap menangkapnya lalu dengan manisnya membungkuk untuk merapatkan kembali tali sepatu istrinya. Tapi Piak bahkan tidak berterima kasih, melirik pun tidak dan langsung pergi begitu saja setelah Chaiyan selesai.
Di rumah, Jee menelepon Suki dan memberitahu kalau dia akan membawa sebuket bunga untuk Ayahnya Piak dan meminta maaf padanya karena menghambat proses syuting selama beberapa hari ini.
Setelah selesai menelepon, Jee langsung mondar-mandir mencari sesuatu. Kartu nama pria yang kemarin hilang dan Jee tidak ingat di mana dia menaruhnya. Apa Dao melihatnya?
Tidak, jawab Dao. Jangan-jangan Jee lupa mengeluarkan kartu nama itu dari celana jeans-nya kemarin. Jee sudah mau mencarinya, tapi Dao mengaku kalau dia sudah mengirim semua baju kotornya Jee ke laundry.
Yah, sudahlah. Toh itu kartu nama dari seseorang yang kebetulan bertemu dengannya. Belum tentu mereka akan bertemu lagi nantinya. Lebih baik Dao berangkat kerja saja sekarang.
Tapi tunggu dulu, Jee memperhatikan penampilan Dao agak berbeda hari ini. Apa dia pakai bulu mata palsu? Katanya Dao tidak suka pakai itu.
"Kau kan sudah terlanjur membelikannya dan aku cuma merasa sayang saja kalau tidak terpakai." Alasan Dao
Jee tak percaya cuma itu alasannya. Hari ini pasti ada sesuatu yang spesial, kan? Apa Dao mau kencan sama seorang pria? Dao langsung melotot canggung dan ngotot menyangkalny, dia beralasan kalau hari ini ada acara di sekolah tempat kerjanya.
Jee tetap tak percaya. "Jika tidak, lalu kenapa wajahmu memerah? Telingamu juga memerah. Kalau seperti ini, kau jatuh cinta pada seorang pria, kan?"
Dao terdiam canggung yang jelas saja membuat Jee jadi semakin curiga dan langsung menggelitiki Dao sambil menuntut jawaban. Dao menolak mengatakan apapun dan buru-buru melarikan diri dari Jee.
"Kalaupun ada juga aku tidak akan memberitahumu."
"Tuh, kan? Pasti ada!"
Hari itu, sekolah TK-nya Dao ramai oleh anak-anak yang bermain-main dengan badut-badut. Direktur Sekolah datang tak lama kemudian dan menyapa ibu anak-anak dengan ramah.
Ia bahkan menolak dipanggil direktur dan lebih memilih dipanggil sebagai 'guru', karena sebelumnya ia juga seorang guru dan menurutnya guru jauh lebih terhormat daripada direktur sekolah. Putrinya, Jane, muncul sesaat kemudian dan langsung memluk ibunya dengan bangga.
"Ibu hebat kan? Kalau begitu, ambil alihlah sekolah ini demi ibu agar kau bisa jadi seperti ibu."
Tapi Jane menolak, dia dan anak-anak tidak bisa bergaul dengan baik. Masalah menyayangi anak-anak, ibu harus menyerahkan urusan itu ke pewaris nomor satu ibu (Kakaknya Jane).
"Ngomong-ngomong tentang kakakmu, dia sudah mengurus acara ini sejak pagi. Di mana dia?"
"Dia pasti pergi diam-diam untuk menemui seseorang." Bisik Jane penuh arti
Percakapan mereka tersela saat mereka mendengar suara tangisan seorang anak dan Jane sedang berusaha menenangkan anak itu.
Dao memberitahu mereka kalau anak ini tidak mau naik panggung untuk menerima penghargaan karena ayahnya belum datang.
Jane berusaha menenangkan anak itu dan membujuknya naik panggung, tapi anak itu ngotot tidak mau dan menuntut ayahnya. Kalau begitu, Direktur menyarankan agar mereka menunggu ayah anak ini datang saja.
Tapi Dao berkata kalau ayah anak ini tadi menelepon dan ia bilang kalau ia tidak akan bisa datang tepat waktu karena mobilnya mogok. Dan kalau mereka menunggu, mereka tidak akan punya cukup waktu untuk memberikan penghargaan pada yang lain.
Di tengah kegalauan mereka, tiba-tiba badut kelinci mendekat ke mereka lalu meminta Dao mendekat padanya lalu membisiki sebuah rencana jitu pada Dao.
Dao setuju lalu memberitahu anak itu kalau badut kelinci itu adalah ayahnya, ayahnya pakai kostum untuk memberinya kejutan. Rencana mereka sukses menenangkan si anak dan dia langsung lari ke plukan si badut kelinci.
Si badut kelinci itu sebenarnya Jate, si pria yang ditonjok Jee semalam sekaligus Kakaknya Jane. Jane langsung memluk sayang kakaknya yang satu itu. "Kakakku cute banget!"
"Hei! Hei! Kau itu lebay banget."
"Enggak! Kalau kau tidak pakai kostum, Nong Pun pasti tidak akan mau naik panggung dan menerima penghargaannya. Kalau kau tidak percaya, tanya P'Dao deh. Bukankah P'Jate sangat tampan?" Goda Jane sambil mendorong-dorong Jate ke Dao hingga membuat Dao tak sengaja menjatuhkan kepala kelincinya.
Secara bersamaan, mereka membungkuk untuk mengambil kepala kelinci itu dan DUK! kepala mereka saling berbenturan. Sontak keduanya saling mencemaskan kepala satu sama lain.
Jane jadi makin getol menggodai mereka. "Ehem, aku masih di sini loh. Siapapun yang mau mendekati guru di sekolah ini, harap minta izin dulu. Anak direktur bukan pengecualian."
Jate tak enak pada Dao dan langsung menjitak Jane, tapi Dao tampak senang-senang saja digodain Jane.
Jane bahkan terus berusaha mendekatkan mereka dengan mengklaim kalau Jate ingin mengundang Dao makan bersama malam ini. Apa Dao mau?
Dao jadi canggung dibuatnya. "Err... Khun Jate kan mengundangmu, jadi kau saja yang pergi."
"P'Jate mengajakku tuh cuma alasan untuk mengundangmu. Baiklah, maaf karena terlalu blak-blakan. Biar kuralat. P'Dao, ayo kita makan bersama. P'Jate sangat ingin makan. Ayo, makanlah bersama kami."
Dao setuju. Kalau begitu, sampai jumpa nanti, sekarang Dao mau mengecek anak-anak dulu.
Begitu Dao pergi, Jate langsung gemas membuli adiknya. Heran dia, Jane itu pengacara apa mak comblang sih?
Jane menolak disalahkan sendirian. Dia melakukan ini kan atas perintah ibu mereka.
"Hah? Ibu juga terlibat?"
"P'Dao kan baik dan manis. Siapa juga yang tidak menyukainya? Atau kau tidak menyukainya? Jangan-jangan kau sekarang suka pria gara-gara kelamaan kerja sama para pria?"
"Kau bilang apa?"
"Katakan! Atau jangan-jangan kau menyembunyikan wanita dan tidak bilang-bilang pada ibu dan aku?!"
Jate langsung gregetan memasukkan kepala Jane ke dalam kepala kelinci.
2 Comments
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteterima kasih updatenya,, ditunggu kelanjutannya :)
ReplyDeleteHai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam