Sinopsis Nymph's Bed Episode 2 - 2

 Sinopsis Nymph's Bed Episode 2 -2

Tak menyerah begitu saja, Yo terus mengejarnya sambil menuntut penjelasan Ton, tak peduli biarpun mereka sedang menjadi tontonan orang-orang di warungnya Kitty.

Ton sekali lagi menegaskan bahwa dia tidak akan pindah, dia akan tetap tinggal di sini. Dan yang paling penting, tidak ada hantu di dalam kamarnya itu.


"ADA!" Kompak semua orang yang duduk di warungnya Kitty. Pfft!

"Kau lihat, kan? Semua orang mengkonfirmasinya."

"Jika memang ada hantu di kamarku, bagaimana bisa aku tidak ketakutan seperti yang lain? Dan bagaimana bisa hidup di sana?"

"Itu yang membuatku penasaran." Celetuk Poh.

"Kalau memang ada hantu, apa ada yang pernah melihatnya dengan mata kepala mereka sendiri?"

Tapi tidak ada seorangpun yang bisa menjawabnya. Melihat itu, Ton menantang mereka untuk membuktikan padanya jika benar ada hantu di sana. Tapi jika tidak, maka jangan bicara apapun lagi.


Ton langsung pergi setelahnya. Yo masih ingin terus mengejarnya, tapi Mas Ojek cepat-cepat mencegahnya dan mengingatkan Yo bahwa pria tidak suka wanita bodoh dan tidak mengerti pesannya. Lebih baik Yo menunggu Ton tenang dulu, baru bicara padanya lagi.


Tapi Yo bertekad untuk membuktikan pada Ton bahwa di kamar itu ada hantunya dan langsung menyampaikan keinginannya tersebut pada Chom.

Chom tentu saja kurang setuju. Karena jika Yo berhasil membuktikannya, maka orang-orang akan mulai bergosip bahwa apartemen-nya ini berhantu dan Chom otomatis akan merugi. Lagian Ton kan nggak masalah tinggal di sini... jangan-jangan sudah tidak ada hantunya lagi?

Yo ngotot kalau dia harus membuktikannya. Jika Ton mau pindah dari sini, Yo bersedia membayar double untuk mengganti kerugian Chom. Rayuan duit langsung sukses membuat Chom menyerah dan menyetujui permintaan Yo.

"Aku menginginkan dukun terbaik. Apa anda bisa menemukannya?"

"Tentu saja."


Di bagian belakang hotel, Sia Gumchai sedang bermesran dengan selingkuhannya, Orn. Tapi kali ini Orn mengeluh kalau dia capek jadi orang ketiga dan berusaha membujuk Sia untuk menjadikannya istri utama.

"Suatu hari nanti. Tapi sekarang kau harus bersabar dan menunggu."

Baiklah, Orn setuju untuk menunggu. Senang, Sia menyuruh Orn untuk menunggunya dulu di mobil. Sebentar lagi dia akan membawa Orn liburan ke pantai.


Orn kelihatannya manis banget memang, tapi tentu saja dia jadi selingkuhannya Sia cuma karena Sia kaya. Kalau Sia nggak punya duit, mana mau dia sama Sia.


Saat dia berjalan keluar, tak sengaja dia bertubrukan dengan Ton yang baru datang. Dia hampir saja terjatuh, tapi untunglah Ton sigap menangkapnya dan Orn tampak jelas langsung terpesona pada Ton. Ton meminta maaf padanya sebelum kemudian pergi untuk menemui Sia.


Tapi baru juga dia datang, Sia langsung mendamprat Ton yang telat. Dia bahkan tak mau menerima maaf Ton dan nyerocos panjang lebar mengkritiki cara kerja Ton yang tidak becus.

Baru hari pertama saja sudah telat, bisa-bisa dia juga akan telat dengan pekerjaannya yang lain dan pada akhirnya menghancurkan proyeknya Sia secara keseluruhan. Mending Ton pulang saja sana.

Ton berusaha memohon-mohon agar Sia membiarkannya mempresentasikan pekerjaannya. Tapi Sia tidak mau tahu dan tidak mau dengar. Pergi sana!

"Aku tidak mau pergi!"

"Bagus. Kalau kau tidak mau pergi, aku saja yang pergi." Ujar Sia lalu pergi beneran.


Ton akhirnya turun ke lobi sambil mendengus kesal. Tapi di sana, dia malah melihat Sia yang berjalan keluar lewat pintu samping yang jelas membuatnya heran.

Saat dia hendak mengejar, lagi-lagi Ton tak sengaja bertubrukan dengan seorang wanita. Kali ini seorang nyonya yang dia tubruk. Ton meminta maaf dan menjelaskan kalau dia sedang terburu-buru mau mengejar pemilik hotel ini yang barusan keluar lewat pintu samping itu.

"Pemilik hotel? Pemilik hotel ini adalah suamiku." Ujar si nyonya. "Kukira dia ada meeting di Chiang Rai. Berarti... dia berbohong padaku lagi? Apa kau melihat dia pergi dengan siapa? Dengan selingkuhannya?!"

Ton meyakinkan Nyonya kalau dia tidak melihat Sia bersama siapapun kok. Dia buru-buru pamit, tapi Nyonya sontak menariknya kembali dan memaksa Ton untuk membawanya juga. Hah?


Terpaksalah Ton akhirnya harus menuruti si nyonya dan mereka pun berusaha ngebut membuntuti mobil Sia dengan memakai vespanya Ton.

Sia sendiri sedang berusaha merayu Orn saat tiba-tiba saja dia melihat Ton membuntutinya. Dan parahnya lagi, Ton juga membonceng istrinya. Waduh, gawat!


Maka Sia terpaksa harus mengubah rencana ke pantai mereka dan bergegas masuk ke sebuah kuil. Saat akhirnya Ton dan Nyonya tiba di sana, mereka malah menemukan Sia sedang mondar-mandir bersama orang-orang yang sedang melakukan dharma dan Orn tidak tampak di mana-mana.

Nyonya sontak kesal mengkonfrontasi suaminya itu. Sia dengan santainya menyuruh istrinya untuk taris napas dan keluarkan lalu mulai berceramah dengan gaya sok bijak.

Tapi Nyonya mengacuhkannya dan terus melabrak Sia. Dia membawa selingkuhannya kemari, kan? Sia menyangkal, dia datang kemari untuk melakukan dharma. Dia bahkan sampai membatalkan pekerjaannya di Chiang Rai, dia benar-benar sedang berusaha keras melakukan dharma nih.

"Tapi..."

"Tapi apa? Kukira kau bilang kalau kau mau lihat sakura di Jepang? Kenapa kau kembali secepat ini?"

Oh, itu karena Nyonya ketinggalan pesawat. Makanya dia akhirnya pergi melihat bunga di kebunnya tetangga. Habis itu dia lapar dan memutuskan untuk makan di hotel dan melihat Sia di sana.

"Kau sangat buruk. Tidak punya hati nurani. Pulang saja sana, aku masih mau latihan di sini."


Nggak mau. Nyonya ngotot mau pulang bareng Sia saja. Dia mau tetap tinggal di sini untuk memastikan wanita itu tidak akan datang mendekati Sia. Tak bisa menolak, Sia akhirnya menyuruh Nyonya untuk menunggunya di mobil saja.

Nyonya kali ini setuju lalu pergi setelah sebelumnya mengecup jidat suaminya dulu. Tapi begitu dia pergi, Sia langsung memanggil Orn keluar dari balik tiang tempatnya sembunyi.


Sia jelas kesal pada Ton. Ton meyakinkan Sia kalau dia terpaksa melakukannya karena Nyonya memaksanya. Sekarang sudah tidak ada masalah lagi kan? Kalau begitu, biarkan Ton mempresentasikan pekerjaannya.

"Lihat mulutku baik-baik. Aku tidak mau membeli apapun! Ngerti?!"


Jelas saja begitu kembali ke kantor, Ton langsung disemprot habis-habisan sama Manop. Ton berusaha meyakinkan Manop kalau dia akan mencari cara lain.

Ta[i Manop yakin kalau Ton takkan punya kesempatan lagi karena Sia tidak pernah memberikan kesempatan kedua pada siapapun.

Sekarang ini CEO mereka lagi konferensi di Swedia. Tapi begitu beliau kembali nanti, Manop akan melapor pada beliau kalau Ton tidak punya kualifikasi untuk bekerja di perusahaan ini.

"Tapi aku yakin aku akan punya kesempatan lain."

Nuch, sekretarisnya Manop, juga langsung membela Ton dan meminta bosnya itu untuk memberi Ton satu kesempatan lagi. Tapi Manop keukeuh dengan pendiriannya dan menyuruh Ton untuk menulis surat pengunduran dirinya saja. (Kayaknya nih orang benci banget sama Ton)


Frustasi, Ton sengaja menambahkan banyak sekali gula ke kopinya sambil ngedumel bahwa segala hal hidupnya sangat pahit. Nuch setuju, si Manop itu memang pahit dan tampar-able banget.

Saking kesalnya, Nuch santai saja mengambil gelas kopinya Ton... dan sontak memuntahkan isinya karena rasanya terlalu manis. Hehe. Ujung-ujungnya malah Ton yang menasehati Nuch untuk tenang. Lagipula Nuch kan masih harus kerja sama Manop.

"Aku tidak ingin kau menggunakan masalah pribadiku untuk marah sama dia."

"Aku tidak takut marah padanya, aku lebih takut dilecehkan. Aku benci orang semacam itu."

Ah, Nuch mendadak punya ide untuk membantu Ton. Dia akan menggunakan bantuan orang dalam untuk mengontak sekretarisnya Sia. Siapa tahu kali ini Sia akan mau memberikan kesempatan kedua untuk Ton.

Ton setuju. "Akan kupertaruhkan hidupku untuk itu. Dan ada banyak orang yang mempercayakan harapan mereka di tanganku. Aku pasti akan berhasil, tunggu saja."

Tapi yang tidak mereka ketahui, Manop sebenarnya mendengarkan semua pembicaraan mereka dari atas dengan kesal.

 

Sore harinya, Manop dengan sengaja mengisyaratkan dua pegawai lain yang tersisa untuk keluar. Dia lalu mendekati Nuch dan memerintahkan Nuch untuk mengatur schedule-nya.

Perintahnya memang tidak terdengar aneh. Tapi caranya mendekati Nuch, membuat Nuch jadi merasa tak nyaman. Manop mengingatkan Nuch bahwa tugasnya di sini adalah membantu dirinya dan bukan membantu orang lain. Jadi kerjakan tugasnya dulu sebelum dia membantu masalah orang lain.

Bersambung ke part 3

Post a Comment

0 Comments