Sinopsis Leh Nangfah Episode 10 - 2

Sinopsis Leh Nangfah Episode 10 - 2

Flashback.


Beauty juga punya hadiah untuk Tee dan bersama-sama mereka menaruh hadiah masing-masing dalam satu wadah itu. Tapi Beauty juga menuntut Tee untuk menulis sebuah pesan untuknya.

Tee awalnya tidak mau, tapi karena Beauty memaksa, akhirnya dia mau juga menulis sesuatu secara diam-diam dan tidak mau memberitahu apa yang ditulisnya. 

Nanti juga Beauty akan tahu sendiri saat dia membukanya. Mereka lalu berjanji jari kelingking untuk membuka kotak itu bersama-sama suatu hari nanti.

Flashback end.


Beauty tersenyum teringat kenangan itu. Tapi berhubung itu cuma janji masa kanak-kanak, Beauty berniat untuk membukanya sekarang saja.

Tapi belum sempat membukanya, dia mendengar suara Bibi Jan dan Pon datang. Beauty tentu saja senang melihat mereka. Tapi kenapa mereka datang kemari? Mereka mengaku kalau Tee yang menyuruh mereka datang kemari untuk menjaga Beauty.

Beauty kontan kesal mendengarnya, Tee itu suka sekali ikut campur. Tapi dia memperingatkan mereka berdua untuk menerapkan aturan yang sama seperti di rumah. Dia tidak boleh diganggu di malam hari.

"Ngomong-ngomong, sekarang jam berapa?"

"Hampir jam 6."


Tepat saat itu juga, matahari mulai terbenam dan Beauty mulai kesakitan sampai Bibi Jan dan Pon cemas. Panik, Beauty cepat-cepat menyuruh mereka kembali rumah dan buru-buru mengubur kotak itu lagi.

Tepat saat matahari tenggelam, Beauty bersembunyi di belakang pohon dan menjadi burung.


Tee cemas karena sudah beberapa hari burung Beauty tidak datang. Nee menduga mungkin pemiliknya mengurungnya di kandang. Tee tak yakin karena burung itu selalu terbang ke mana-mana.

Tapi menurut Nee, burung itu pasti punya pemilik karena dia sangat pintar. lebih baik Tee makan malam saja dulu.


Beauty merenung di pantai, sedih melihat sepasang kekasih yang lewat dan tampak begitu bahagia bersama. "Di mana aku bisa menemukan cinta sejati jika aku jadi burung seperti ini dan juga ci*man dari pria yang kucintai lebih daripada hidupku sendiri?! Apa aku bahkan bisa menemukannya dalam hidup ini?"

Tepat saat itu juga, ada beberapa anak lewat sambil membicarakan kontes ketapel. Melihat ada burung di sana, mereka langsung saja menembaki Beauty dengan ketapel-ketapel mereka tanpa ampun.

Batu-batu itu sukses mengenai seluruh tbuh dan wajahnya Beauty. Dia berusaha protes tapi tentu saja tak ada yang mendengarnya. Tiba-tiba sebuah batu melayang keras mengenai pelipisnya Beauty. Kesakitan, Beauty akhirnya melarikan diri dan pulang.


Beauty menangis sesampainya di rumah. "Kalian anak-anak jahat! Tunggu saja, akan kupanggil polisi untuk menahan kalian. Bahkan sekalipun aku burung, tapi aku punya hidup dan hati juga! Apa kalian tidak pernah berpikir kalau burung yang kalian tembak itu mungkin saudara kalian yang dikutuk sepertiku?!"

"Rasanya sakit sekali. Aku bahkan tidak bisa mengobati diriku sendiri dan tidak bisa ke rumah sakit. Apa kau sangat ingin melihatku mati, penyihir? Ambil saja hidupku sekarang!"


Lalita pun menangis melihat keadaan putrinya dan berusaha memohon belas kasihan Dewi. Tapi Dewi meyakinkan kalau Beauty baik-baik saja. Dia cuma agak ketakutan. Dia manusia, baru-batu itu hanya membuatnya lebam.

Lalita bersikeras memohon agar Dewi mencabut kutukannya. Tapi Dewi tidak bisa melakukan itu.


Tee masih terus berusaha memanggil-manggil burung Beauty tanpa hasil. Menyinggung tentang Beauty, Thana penasaran bagaimana perkembangan trainingnya Beauty?

Tee mengaku sudah memindahkan Beauty jadi sales karena pelatihannya di gudang pabrik sudah cukup. Tapi baru juga setengah hari jadi sales, dia sudah bikin masalah dan dipecat.

Thana heran mendengarnya. Beauty kan selebritis, bagaimana bisa Tee membiarkannya jadi sales. Bagaimana kalau reporter sampai tahu? Tee sudah memikirkan itu, makanya dia memindahkan Beauty ke Hua Hin dan menyuruhnya menyamar sedikit.

Ah, ternyata gayanya Beauty pakai kacamata dan rambut disanggul itu memang idenya Tee. Dia berniat mau ke sana untuk mengeceknya, apa ayah dan ibu mau ikut dengannya?


Thana dan Nee menolak. Takutnya mereka malah akan ngetawain Beauty. Fakta kalau Beauty sanggup bertahan sampai sekarang, Thana merasa kalau Beauty serius kali ini.

"Kurasa tidak, yah. Dia membuat banyak masalah hari ini dan melarikan diri sebelum jam kerja usai. Kurasa besok dia akan bilang kalau dia mau berhenti."

"Kurasa tidak begitu. Anak itu punya sesuatu lebih daripada yang bisa kita bayangkan."


Keesokan harinya, Bibi Jan dan Pon masuk ke kamar Beauty untuk menyuruhnya sarapan tapi malah mendapati pelipisnya Beauty lebam. Mereka sontak cemas melihat itu. Tak ingin membuat Bibi Jan cemas, Beauty meyakinkan kalau ini bisa ditutupi dengan makeup.

Bibi Jan membantu mengoleskan obat dengan cemas. Ia bahkan hampir menangis melihat keadaan Beauty. "Kalau orang tuamu tahu aku tidak mengurusmu dengan baik dan membiarkanmu terluka seperti ini, mereka pasti marah padaku."

"Bibi, aku sungguh tidak apa-apa. Sudah, jangan sedih. Bahkan sekalipun tak ada yang mengurusku, aku akan mengurus diriku sendiri. Jangan khawatir."

Tepat saat itu juga, mereka mendengar suara deru mobil. Ternyata Tee yang datang. Beauty kesal. Tee pasti kemari untuk melihat kesalahannya lagi. Tapi dia meminta Bibi Jan dan Pon untuk tidak memberitahu Tee kalau dia terluka.


Tak lama kemudian, Beauty keluar pakai jas modis dan sunglasses. Tee sontak protes melihat penampilan lebay-nya. Beauty beralasan kalau dia pakai jas karena di dalam toko dingin banget.

"Terus apa perlu pakai sunglasses yang gelap itu? Apa ada sinar matahari di dalam toko?"

"Apa kau datang dari Bangkok hanya untuk menanyakan hal itu?"

"Jangan bercanda denganku. Lepasin itu. Sales tidak memakai sunglasses."

"Aku pakai ini karena kacamata kekanakanmu itu sama sekali tidak bisa membantu penyamaranku. Orang-orang masih mengenaliku."


"Kau mau bekerja atau tidak? Kalau begitu, lepas ini." Tee langsung saja melepaskan kacamatanya Beauty yang sontak membuat Beauty meringis kesakitan.

Tee jelas heran, ada apa dengannya? Beauty menyangkal dan berusaha menyembunyikan lukanya dari Tee, tapi Tee memaksa melepaskan tangan Beauty dari pelipisnya dan langsung cemas melihatnya.

"Kau kena pukul apa? Siapa yang melakukan ini padamu, Beauty?"

Ketulusan Tee kontan membuat Beauty terpesona. Berusaha menguasai dirinya, Beauty buru-buru memalingkan pandangannya dan berbohong kalau semalam dia cuma pesta dan mungkin dia terantuk pintu.

Tee kesal mendengarnya dan mengingatkan Beauty untuk menjaga reputasi perusahaan mereka setiap kali dia mau melakukan sesuatu.


Saat Korn hendak ke kantor, Pat berusaha memohon padanya untuk bicara pada Tee agar dia bisa kembali bekerja mulai hari senin nanti. Tapi Korn menolak dan bersikeras menyuruh Pat menjalani hukumannya.

Tapi Beauty kan sudah berhenti training, jadi seharusnya hukumannya juga selesai dong. Buang-buang waktu saja. Korn bingung, siapa bilang Beauty berhenti training? Kalau Korn tak percaya, telepon dan tanya saja Tee.


Tee dan Beauty dalam perjalanan ke toko saat Korn menelepon dan minta bertemu sore ini. Ada yang mau dia diskusikan. Tapi Tee mengaku kalau dia lagi pergi ke cabang Hua Hin.

Beauty langsung penasaran, kenapa Korn menelepon Tee? Tentu saja untuk membicarakan masalah pekerjaan. Kenapa juga Beauty mau tahu.

"Hei! Aku ini presiden perusahaan, aku punya hak untuk tahu segalanya."

"Selesaikan trainingmu dulu."


Pat heran mendengar Tee lagi ngecek outlet di Hua Hin. Kenapa perusahaan malah tidak mengetahuinya? Jangan-jangan... dia langsung menelepon Piwara dan menyuruhnya untuk mengecek apakah outlet di Hua Hin punya pegawai baru atau tidak.


Selesai main golf, Orn lagi-lagi mengeluh dan tidak mau main lagi. Tapi Papa dan Mami terus saja memaksanya. Jade sok merendah, menyalahkan dirinya sendiri sebagai guru yang tidak baik dan tidak bisa membuat Orn menyukai golf.

"Dia ini memang tidak suka terbakar sinar matahari. Dia lebih suka di rumah untuk memasak dan lain sebagainya."

"Kalau begitu, maukah Nong Orn mengajariku memasak?"

Orn tidak mau. Tapi Papa memaksanya, malah mengancam akan memaksa Orn main golf terus sampai dia ahli main golf. 

Apa boleh buat, terpaksa Orn menyetujuinya. Senang, Mami langsung menyuruh Orn melakukannya sore ini juga berdua saja dengan Jade, sementara Papa dan Mami akan pergi ke spa.

"Lalu siapa yang akan membeli bahan-bahannya bersamaku?"

"Aku saja," sahut Jade "biar aku bisa belajar cara memilih bahan-bahan."

Papa dan Mami langsung pergi saat itu juga tanpa mempedulikan protesnya Orn.


Gara-gara penampilan nyeleneh-nya plus muka juteknya, para pelanggan toko tak ada yang berani mendekat dan cuma lewat sambil menatapnya dengan aneh. 

Beauty sampai bingung, ada apa dengan mereka. Cemas, Beauty cepat-cepat mengaplikasikan lebih banyak bedak di mukanya.

 

Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Tee mengirim pesan mengkritiki penampilannya dan muka juteknya, makanya tak ada pelanggan yang mau membeli apapun... dan jangan dandan selama jam kerja.

Beauty jelas heran, Tee sedang mengawasinya dari mana. Tepat saat dia lagi celingukan bingung, dia melihat CCTV yang menghadap langsung ke arahnya. Kesal, dengan sengaja dia menunjukkan ponselnya ke kamera agar Tee lihat saat dia menghapus pesannya.

Tee langsung saja mengirim pesan lagi. "Jangan mainan ponsel saat bekerja."

"Menyuruh orang lain jangan mainan ponsel, terus kenapa kau meng-sms-ku?!"


Sekali lagi dia memperlihatkan ponselnya ke kamera lalu mematikannya. Tapi tiba-tiba saja ada angin aneh yang menghembus belakang lehernya. Saat dia menoleh, dia tidak melihat ada siapapun atau apapun.

Tapi saat dia menoleh kembali, mendadak Dewi muncul di hadapannya dengan menyamar jadi pelanggan. Beauty tidak mengenalinya walaupun dia merasa familier, apa mereka pernah bertemu sebelumnya? Tanya Beauty dengan bahasa yang lebih sopan.

"Lingkaran kehidupan sangatlah luas. Mungkin kita pernah bertemu di suatu tempat." Ujar Dewi ambigu.

Bingung, Beauty cepat-cepat mengalihkan topik mempromosikan barangnya dan mempersilahkan Dewi untuk melihat-lihat model daleman. Kali ini dia benar-benar bersikap lebih sopan daripada kemarin.


Orn sebel banget belanja berduaan dengan Jade. Malas jalan berdua dengannya, Orn menyuruh Jade untuk mengambilkan saus untuknya.

"Tapi aku tidak tahu merek saus apa yang kau inginkan. Kurasa kita harus mengambilnya bersama."

Kesal, Orn terpaksa harus bersusah payah, berusaha menjangkau rak paling atas untuk mengambil barang yang diinginkannya. Jade dengan santainya membantu mengambilkannya sekalian memerangkap Orn sangat dekat dengannya.


Orn sontak panik dan buru-buru menjauh. "Hei, kurasa lebih baik kau menunggu di tempat lain saja."

Jade menolak. "Kalau aku menunggu di tempat lain, mana aku tahu apa yang kau beli."

"Hei, bisa tidak kau berhenti menggangguku?"

"Apa belajar memasak sesulit ini?"

"Tidak. Bukan itu maksudku. Bisa tidak kau jangan mengharapkan apapun dariku?"

"Mengharap apa?" Tanya Jade sok polos.

"Itu... aku kan sudah pacaran dengan P'Tee dan aku tidak berpikir untuk kencan dengan pria lain."

"Aku tahu kalau kau kencan dengan Khun Teepob, tapi apa dia berpikir sama sepertimu?"


Kesal, Orn hampir saja menimpuk Jade pakai barang terdekat. Untungnya Orn berhasil menahan diri. 

Baiklah, Jade minta maaf, dia cuma bercanda kok. Tapi dia meyakinkan kalau dia tidak berpikir sampai sejauh itu terhadap Orn, dia hanya ingin belajar memasak, sungguh.

"Tapi aku tidak mau mengajarimu."

"Terserah kau saja. Kalau begitu, sampai ketemu di arena golf sore ini. Oh, dan jangan lupa memakai banyak sunblock karena matahari sore jauh lebih panas."

"Baiklah. Aku akan mengajarimu."


Beauty sedang semangat mempromosikan barang-barangnya pada Dewi. Dan bahkan saat pelanggannya yang satu itu cerewet banget dan menolak semua barang yang ditawarkannya, Beauty tetap berusaha bersabar menghadapinya

Begini saja, daripada buang-buang waktu mencari-cari model, Beauty punya ide agar Dewi memberitahu model seperti apa yang dia inginkan biar dia bisa mencarinya lebih cepat.

"Aku ingin yang nyaman dipakai, bisa membuatku percaya diri dan melupakan semua kesedihan saat memakainya."

Beauty jelas bingung mendengar permintaan anehnya. "Kalau seperti itu, aku harus mencarinya di surga." Gumamnya sinis.

"Apa tokomu tidak pernah men-design pakaian dalam untuk pasien, orang cacat atau untuk orang yang berbeda dari yang lain?"

"Berbeda dari yang lain? Yang bagaimana?"

Dewi mengklaim bahwa seorang temannya kehilangan salah satu pa****ranya karena penyakit. Sayang sekali toko sebesar ini, tidak memiliki apa yang dibutuhkan oleh temannya.

 

Mendengar itu, Beauty langsung mengeluarkan daleman lain yang dilengkapi dengan busa tambahan. "Yang ini untuk menambah... untuk melengkapi bagian yang hilang."

"Ini yang kucari-cari. Berapa nilainya?"

"Ambil saja. Tidak usah dibayar."

"Kau yakin?"

"Iya. Anggap saja ini hadiah spesial dari toko kami dan tolong bilang pada teman anda bahwa saya berharap dia cepat sembuh."


Tepat saat itu juga, Tee melihatnya dari belakang dan langsung aneh... soalnya dia melihat Beauty ngomong sama udara. Setelah Dewi pergi, Tee tanya Beauty lagi ngomong dan senyam-senyum sama siapa?

"Aku? Aku sedang menjual."

"Kapan kau menjual?"

"Hei, kau. Kau selalu mengawasi kesalahanku, yah? Kau tidak pernah melihatku bekerja keras. Bikin kesal saja. Minggir."


Lalita senang, akhirnya Beauty mau memberi tanpa mengharap imbalan dan berterima kasih pada Dewi untuk itu. Dewi juga senang, Lallalit ternyata benar-benar memiliki banyak sisi baik. Dan berkat kebaikan Beauty barusan, warna emas kristalnya langsung bertambah.

Saat hendak mengambil makeup-nya di tas, Beauty melihat perubahan pada kristalnya. Beauty senang dan berpikir ini pasti karena dia memberikan daleman tadi. "Kalau begitu, akan kuberikan saja semua! Yes!" (Pfft! Rugi dong perusahaannya)

Bersambung ke episode 11

Post a Comment

1 Comments

Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam