Sinopsis Kleun Cheewit Episode 6 - 2

Sinopsis Kleun Cheewit Episode 6 - 2

 

Keesokan harinya, Jee baru turun ke lobi tapi malah mendapati seseorang sedang menatapnya lalu menggosip tentang Jee yang lagi-lagi masuk tabloid.

Jee langsung cemas (mungkin dia pikir kalau Thit sudah membocorkan masalah kemarin). Dia langsung mendekati mereka dan dengan sopan meminta mereka untuk memperlihatkan artikelnya. Tapi ternyata beritanya cuma tentang dirinya yang dicasting dalam lakorn terbaru bersama Pim.

Salah satu wanita berkomentar kalau lakorn terbarunya Jee kelihatannya bagus dan mungkin akan jauh lebih terkenal daripada yang sebelumnya. Jee berterima kasih lalu pergi.


Chaiyan datang menjemputnya dan mereka pun pergi bersama... tanpa menyadari Thit sebenarnya sedang mengawasinya tak jauh dari sana. Begitu mereka pergi, dia langsung membuntuti mereka.

Dalam perjalanan, Chaiyan memberikan beberapa video film untuk Jee pelajari. Chaiyan yakin semua ini bisa membantu Jee sebagai referensi untuk membuat perannya jauh lebih intense dan menarik daripada plot aslinya.

Mereka lalu masuk ke sebuah restoran private untuk menonton film-film itu. Tapi Thit yang melihat dari kejauhan, sepertinya salah paham dengan niatan mereka masuk ke restoran itu. Melihat video rekamannya semalam, sepertinya dia punya ide.

Chaiyan dan Jee hendak masuk saat Thit mengiriminya foto sebuah tempat yang kontan membuat Jee cemas dan langsung bergegas pergi, dia bahkan langsung merampas kunci mobilnya Chaiyan tanpa memberinya penjelasan.


Begitu tiba di sebuah kantor media, Jee langsung menanyakan keberadaan Thit pada resepsionis. Resepsionis mengkonfirmasi kalau Thit ada di sini... di ruang editor.

Jee pun bergegas naik dan mendapati Thit sedang ngobrol dengan seorang editor. Thit melihat kedatangannya lalu dengan sengaja menyodorkan sebuah amplop pada si editor.

Jee kontan panik dan langsung merebut amplop itu sebelum si Editor sempat menyentuhnya dan memberitahu si Editor untuk tidak mempercayai Thit.

Editor heran melihatnya datang, ada apa Jee kemari? Perasaan, asistennya tidak memberitahunya kalau Jee mau datang? Thit cuma diam menikmati kepanikan Jee.


Jee bingung tak tahu harus beralasan apa. Si Editor akhirnya berpaling kembali ke Thit dan menuntut barang yang mau Thit berikan padanya. Thit mau menyerahkan amplopnya lagi, tapi Jee lagi-lagi merebutnya.

Si Editor benar-benar bingung sekarang. "Khun Jee, ada masalah apa? Dia ingin memberiku sebuah undangan.

Thit membalik amplop itu dengan senyum licik untuk memperlihatkan kalau amplop itu benar-benar surat undangan. Editor heran, apa ada masalah?

"Aku juga heran. Apa ada sesuatu yang mengganggumu? Kalau kau ingin bertanya, tanya saja." Goda Thit.

Thit lalu pamit. Si Editor lalu menyilahkan Jee duduk, tapi Jee tidak ada waktu bicara dengannya. Dia ada urusan dengan pria itu lalu pergi mengejar Thit.

 

Jee mengejar Thit sampai ke parkiran dan sekali lagi menuntut apa sebenarnya yang Thit inginkan darinya. Kasus ini kan sudah berakhir, terus Thit mau dia bagaimana? Thit boleh meminta kompensasi apapun darinya. Tapi apa yang Thit inginkan, dia tidak bisa memberikannya. 

"Lucu sekali. Seseorang yang tidak bersalah, tapi rela mengkompensasi apapun."

"Tapi itu kesalahan supirku..."

"Cukup! Aku muak mendengar kata-kata yang membuat orang lain kelihatan bodoh. Kalau kau masih keras kepala, berarti video itu tidak penting, kan?"


Jee ketakutan awalnya, tapi dengan cepat dia menguasai diri dan balas menantang Thit. Silahkan saja Thit melakukan apapun yang dia inginkan. Tapi begitu video itu tersebar, dia akan menuntut Thit atas tuduhan membuat bukti palsu untuk mencemarkan reputasinya.

"Akan kusewa pengacara terbaik dan akan kubuat semua orang percaya kalau aku difitnah. Kau tahu betapa bagusnya aku bermain lakorn. Dan mungkin publik akan semakin bersimpati padaku lebih daripada sebelumnya."


Kesal, Thit dengan liciknya melempar ponselnya ke tepi balkon. Sekarang Jee tidak akan bisa menuntutnya. Itu ponsel mahal, jadi sebentar lagi pasti ada seseorang yang mengambilnya.

"Aku sudah menamai klip-nya. Judulnya 'Rahasia Jeerawat'."


Thit pun langsung pergi. Tapi kemudian dia melihat Jee nekat melompati tembok pembatas untuk mengambil ponsel itu. Jee hampir saja berhasil meraihnya, tapi ponsel itu malah terjatuh dan tangan Jee langsung terlepas dari pegangan.


Untunglah Thit cekatan menangkapnya dan mem*luknya erat dengan nafas terengah-engah. Jee pun kontan mem*luk Thit erat-erat. Thit membantunya naik sebelum kemudian mendorongnya dengan kasar.


"Terlalu cepat bagi seseorang sepertimu untuk mati sekarang! Kau harus hidup sampai semua orang mengetahui kebenarannya dan membencimu."

Begitu Thit pergi, Jee langsung mengecek ponsel itu dan mendapatinya sudah hancur. Lega, Jee akhirnya bisa menenangkan dirinya.


Jade datang ke sekolah saat Dao sedang mengajari murid-muridnya olahraga. Setelah beberapa gerakan, dia lalu menyuruh para murid untuk berpasangan dan melakukan sit-up.

Dia sendiri cuma sendirian dan jadilah dia kesulitan melakukan sit-up. Melihat itu, Jade langsung sigap memegangi kaki Dao tepat saat Dao bangkit. Wajah mereka jadi sangat dekat gara-gara itu dan membuat Dao gugup.


Tapi Jade tampaknya tidak terpengaruh oleh kedekatan mereka, malah antusias menyuruh Dao untuk balapan dengan anak-anak. Dao menang dan Jade langsung mengangkat tangannya tinggi-tinggi dengan antusias, sementara Dao cuma cengengesan saking bahagianya.

Tapi tiba-tiba sebuah bola melayang tepat menimpuk kepala Dao dan membuatnya pingsan seketika. LOL!

 

Jade lalu meletakkan Dao ke dalam mobilnya... tepat saat Dao mendadak siuman dan langsung kaget mendapati wajah Jade sangat dekat dengannya. Jade mau membawanya ke mana?

"Khun Dao, aku memanggilmu beberapa lama, tapi kau tidak sadar-sadar juga. Aku mau memabawamu ke rumah sakit. Apa kau tahu betapa cemasnya aku?"

Dao bersikeras kalau dia baik-baik saja sekarang dan tidak perlu ke rumah sakit. Tapi Jade ngotot kalau dia harus diperiksa, dia tadi jatuh cukup keras tadi. Dao tetap tidak mau, dia tidak mau memperbesar masalah ini. Kalau Jee sampai tahu, bisa-bisa dia bakalan dipaksa opname.


"Kalau kau tidak mau ke rumah sakit, maka kau harus pulang dan istirahat."

"Tidak usah..."

"Kalau kau tidak mau, akan kutelepon Khun Jee."

Panik, Dao akhirnya mengalah dan menurutinya. Jade dengan santainya mendekat untuk mengecek sesuatu, tanpa sedikitpun menyadari kegugupan Dao akan kedekatan mereka.


Thit kembali ke rumah Nenek Jan untuk memberikan kompensasi uang sewa Nenek jan. Tapi setibanya di sana, tidak ada yang menjawab panggilannya dan sayuran Nenek Jan pun tergeletak begitu saja di lantai.

Bingung, Thit pun membuka kamar Nenek Jan, tapi malah mendapati Nenek Jan pingsan. Cemas, Thit langsung melarikannya ke rumah sakit.


Yang tak disangkanya, Dokter memberitahu bahwa Nenek Jan menderita lymphadenopathy (pembesaran kelenjar getah bening) di tenggorokannya. Dan waktu dia mengecek, Nenek Jan ternyata sudah tahu tentang kanker yang dideritanya itu.

Dokter memperkirakan kankernya sudah masuk stadium ketiga atau keempat. Jika tidak diobati, maka penyakitnya bisa menyebar sampai ke tulang dan otot-ototnya. Nenek Jan harus kemo untuk mencegah kankernya menyebar.

Tapi Nenek Jan ngotot menyruuh Suster untuk melepaskan infusnya dan menuntut mau pulang, dia tidak mau tinggal di rumah sakit.

"Tetaplah di sini. Setidaknya untuk memperpanjang hidup Nenek." Pinta Thit.


Dao membawa Jade masuk ke apartemen. Tapi Jade masih cemas, apa dia benar-benar tidak mau ke rumah sakit? Dao mengiyakannya, dia baik-baik saja kok.

Jade heran. "Setiap kali aku bertemu denganmu, selalu saja ada kecelakaan atau aku yang sial? Kau pasti sangat membenciku."

"Aku yang sial. Kau mungkin tidak menyukaiku."

"Oh! Siapa yang tidak menyukai seseorang sepertimu."

Dao tercengang bahagia mendengarnya. Tepat saat itu juga, Jee baru pulang dan langsung penasaran melihat Jade di sana. Dao cepat-cepat beralasan kalau mobilnya mogok, jadi Jade mengantarkannya pulang.


"Aku akan mengambilkanmu air dulu."

Dia lalu cepat-cepat menghindar untuk mengambilkan minum untuk Jade. Tapi Jade masih cemas dan hampir saja keceplosan mau bilang kalau dia takut Dao akan jatuh, sebelum kemudian cepat-cepat mengubah kalimatnya.


Dao mau berjalan lagi, tapi Jade lagi-lagi memanggilnya dan dengan manisnya mengingatkannya untuk berhati-hati. Dia bahkan secara tak sadar terus mengawasi Dao sampai saat Jee berdehem geli melihat interaksi mereka.

"Kurasa aku mengendus sesuatu." Goda Jee

Bersambung ke part 3

Post a Comment

0 Comments