Sinopsis Kleun Cheewit Episode 2 - 3

Sinopsis Kleun Cheewit Episode 2 - 3


Jee masuk ke kamar ibunya, tapi malah mendapati kamar itu kosong. Dia jadi cemas, dan tepat saat itu juga, si bapak tiri masuk dengan wajah serigalanya.

Jee berusaha melarikan diri, tapi tentu saja Sitta berhasil menangkapnya dengan mudah. Jee sontak panik memberontak darinya dan memperingatkan Sitta untuk tidak mendekatinya.

Sitta tidak terima dengan sikapnya. Jee datang kemari bukannya mengucap terima kasih, malah bersikap agresif. Oh, atau jangan-jangan Jee suka main kasar?

"Aku datang bukan untuk menemuimu, tapi menemui ibuku!"


Panik saat Sitta terus mendekatinya, Jee langsung melempar pigura foto dan berusaha kabur. Tapi Sitta sigap menghindar dan cepat menangkapnya.

"Bicaralah lebih manis pada ayahmu. Oh, aku lupa. Aku tidak pernah menganggap diriku sebagai ayahmu, aku ingin jadi suamimu!"

Jee panik memberontak darinya dan langsung mengambil lampu meja untuk mengancamnya. Sitta tak gentar dan santai mengingatkan Jee kalau dia punya uang dan kekuasaan. Apapun yang dia inginkan, pasti akan dia dapatkan.

Bukankah Jee tidak menyukai ibunya karena ibunya mengirimnya ke luar negeri seorang diri. Kalau Jee setuju untuk menjadi milik Sitta, maka dia janji akan memutarbalikkan keadaan. 

Dia akan membuat Ibunya Jee hidup sendirian seperti Jee dulu. Jee akan bisa balas dendam pada ibunya, dan dia juga akan memiliki banyak uang. Sitta sontak merebut lampu meja itu dengan mudah dan mendorong Jee ke kasur.


"Tapi aku tidak akan pernah jadi milikmu!" Jerit Jee lalu menghajar kepala Sitta pakai patung meja.

Itu hukuman untuknya atas apa yang Sitta lakukan padanya malam itu. Dia lalu melempar lampu meja ke Sitta sebagai hukuman atas apa yang Sitta lakukan hari ini padanya.


Si pelayan sudah menunggu di bawah saat Jee turun. Jee kesal setengah mati padanya, tidak seharusnya dia mempercayai pelayan anj*ng sepertinya.

"Seharusnya kau berterima kasih padaku karena aku sudah membantu mengirimmu ke surga."

Kesal, Jee langsung mendorongnya dan menginjak kaki si pelayan. "Kali ini aku cuma menginjak kakimu, tapi lain kali aku akan menginjak-injak mulutmu!"

Si pelayan menolak disalahkan sendirian dan berbohong kalau bosnya mendukungnya untuk melakukan ini. 

Dia mengklaim kalau Khun Ying dengan sengaja memanfaatkan putrinya untuk membuat Sitta kembali padanya karena belakangan ini Sitta tergoda wanita lain.


Di tengah jalan, Jee melihat mobilnya Khun Ying dari arah berlawanan. Jee sontak banting setir mencegat mobil Khun Ying dan melabraknya.

Dia tahu kalau Khun Ying gila uang. Tapi dia tidak menyangka kalau Khun Ying bisa sekejam ini padanya. Tapi Khun Ying benar-benar tidak mengerti, apa maksud Jee. Apa yang terjadi pada Jee?

"Apa ibu akan percaya kalau aku bilang suamimu mencoba menjadikanku sebagai gundiknya?"

Tapi sesuai dugaannya, Khun Ying tidak mempercayainya. Dia sangat yakin Sitta takkan mungkin melakukan semacam itu. Jee saja yang berpikir terlalu berlebihan.

Dia kan sudah bilang, kalau Jee tidak mau punya masalah lagi, maka lebih baik dia kembali ke luar negeri.

"Terima kasih atas jawabanmu, bu. Mulai sekarang, kalau ibu masih menganggapku sebagai anak, maka tinggalkan aku sendiri. Keluar dari hidupku. Jangan beri aku uang kotormu. Masalah yang kubuat, akan kuakhiri sendiri."

Jee langsung pergi dan tentu saja ucapannya itu membuat Khun Ying cemas akan apa yang hendak dilakukan Jee.


Saat Jee pulang, dia mendapati Sitta marah-marah gara-gara tidak ada obat di rumah untuk mengobati lukanya. Khun Ying penasaran kenapa dia terluka, apa berhubungan dengan Jee?

"Dan kenapa kau pikir ini berhubungan dengan putrimu? Apa dia meneleponmu dan menuduhku mau memperkosanya?"

"Apa itu benar?"

"Kau pikir aku orang seperti apa?"

"Aku juga merasa kalau kau bukan orang yang akan melakukan hal sejahat itu. Karena bagaimanapun, status Jee adalah putrimu juga."

"Aku tidak melaporkannya pada polisi karena menyerangku, tapi dia harus datang dan minta maaf padaku. Kau tahu betul kalau seseorang sepertiku tidak akan mengalah pada siapapun."

Jika Jee tidak mau minta maaf padanya, maka dia akan membeberkan semua bukti yang dia kumpulkan tentang Jee. Terserah Jee mau datang padanya atau ke penjara.


Si pelayan nyinyir, tidak seharusnya Jee bikin perkara. Kesal, Khun Ying langsung mengejarnya dan PLAK! Menamparnya. Wkwkwk!

Khun Ying mengingatkan kalau rumah ini punya CCTV yang terhubung ke ponselnya. Si pelayan membela diri kalau Jee sendiri yang masuk ke kamarnya Sitta, tak ada seorangpun yang memaksanya.

"Buah tidak jatuh jauh dari pohonnya."

"Kalau aku lebih bodoh darimu, aku tidak akan berdiri lebih tinggi darimu seperti sekarang ini. Jangan berani-berani kau menyakiti putriku!"

Menyakiti? Jee mungkin menyukainya. Dia kan terkenal suka tidur dengan banyak pria. Tidur dengan pria lain tidak akan memberinya banyak uang, tapi dia bisa mendapatkannya dengan tidur bersama Sitta.

"Khun Ying menyukainya. Putrimu pun sama."


Tidak terima, Khun Ying sontak membanting kepala si pelayan ke meja. "Aku bisa terima kalau kau merendahkanku. Tapi kalau kau berani merendahkan putriku, akan kuinjak-injak kau! Ingat itu baik-baik!"

Khun Ying lalu pergi, tapi si pelayan jahat itu sama sekali tidak takut dengan ancamannya. "Lihat saja nanti, akan kuhancurkan kalian berdua!"


Khun Ying lalu menghubungi Suki. Teringat ucapan Jee tadi, bahwa dia ingin mengakhiri segalanya sendiri, Khun Ying mendadak cemas. Maka ia pun menyuruh Suki untuk segera menghubungi Jee.

"Aku takut Jee akan melakukan sesuatu yang tidak kita inginkan."


Dugaan Khun Ying benar, saat itu juga Jee memutuskan pergi ke firma hukumnya Thit. Ada dua pegawai yang lembur saat dia tiba di sana dan Jee langsung menuntut bertemu Thit.

"Sedang apa kau ada di sini?" Sapa Thit yang mendadak muncul dari belakangnya Jee.

"Aku datang untuk mengakui kebenarannya."


Tak lama kemudian, Thit membawa Jee ke ruang rapat untuk proses interogasi. Dia menyalakan kamera dan rekaman suara sebelum kemudian menyuruh Jee bicara. Kebenaran apa yang mau katakannya?

"Dan kebenaran apa yang ingin kau ketahui dariku?" Balas Jee

"Satu-satunya kebenaran yang ingin kuketahui darimu adalah apakah kau yang menabrak Tiw malam itu?"

"Dan jika aku mengakuiya, polisi akan melemparku ke penjara, kan?"

"Ya."

"Dan takkan ada seorangpun yang bisa membantuku, kan?"

"Benar."

"Bagus. Kalau begitu aku akan mengakui bahwa..."


Tapi mendadak ponselnya Jee berbunyi. Stefan yang menelepon, dia dengar kalau Jee mau mengakui kebenarannya pada polisi. Tapi Jee jangan lakukan itu karena Suki sudah mengurus segala saksi dan bukti bahwa semua itu adalah kecelakaan agar hukumannya lebih ringan.

Jika Jee mengatakan yang sebenarnya, maka dia akan dihukum karena memberikan pernyataan palsu, menyembunyikan dan memalsukan bukti. Suki pun akan ikut dihukum dan mereka akan dipenjara bertahun-tahun.

Kalau begitu, bagaimana dia dan keluarganya bisa bertahan hidup? Karena itulah, Stefan memohon agar Jee tidak mengatakan apapun pada siapapun. Jee jadi galau karenanya.


"Apa urusanmu sudah selesai?" Kesal Thit. "Kalau sudah, maka kau bisa mengatakan kebenarannya sekarang."

Jee galau. Tapi akhirnya dia memutuskan untuk melindungi Stefan dengan mengklaim kalau dia datang kemari hanya untuk bilang bahwa dia tidak pernah menyuruh Suki menggunakan uang untuk menutup mulut siapapun.

"Kau bohong!"

"Aku mengatakan yang sebenarnya tapi kau tidak mempercayaiku! Terus kau mau aku ngomong apa? Hah? Kau ingin aku mengatakan apa yang ingin kau dengar biar kau puas, begitu?"

Kalau itu yang Thit inginkan, maka sebenarnya dia tidak pernah peduli dengan keadilan. Dia tidak senang karena apa yang dia lihat dan dia dengar tidak sesuai dengan keinginannya. Thit cuma ingin membuktikan kalau dirinyalah yang benar.


"Aku yakin kalau aku benar! Kaulah yang menabrak Tiw!"

"Dan mana buktinya?! Semua itu cuma kata-katamu, kau tidak punya bukti!"

"Suaramu! Saat Tiw tertabrak mobil, aku ingat mendengar suaramu dari ponselnya Tiw!"

"Dan bagaimana kau bisa tahu kalau itu suaraku? Bisa kau membuktikannya?"

"Biarpun aku tidak bisa membuktikannya, tapi aku yakin kalau itu suaramu."

"Pertama kali kau melihatku, kau bersikap seolah kau tidak mengenalku. Lalu bagaimana bisa sekarang kau yakin kalau itu suaraku hanya dengan sekali mendengarnya? Oh, sebenarnya kau tahu siapa aku, kau hanya ingin dekat denganku seperti para pria lainnya. Rencana yang bagus."


Thit sontak meninju jendela dengan kesal. Bahkan sekalipun Jee tel****ng di hadapannya, dia bahkan tidak akan meliriknya sedikitpun.

"Apa aku begitu tidak berharga?"

"Iya."

"Berarti kau sombong sekali yah sampai kau tega cuma berdiri dan melihat seseorang yang hampir mati."

"Aku rela jadi orang rendah. Kalaupun kau mati di hadapanku, aku tidak akan peduli!"

"Kalau kau begitu membenciku, maka tinggalkan aku sendiri!"

Thit menolak. "Aku pasti akan memenjarakan pembunuh sepertimu!"

"Jangan buang-buang waktumu, Khun Sathit. Kau tidak bisa melakukan apapun padaku, karena aku tidak bersalah."


Thit sontak mencengkeram bahu Jee dan menyudutkannya. Thit bersumpah akan menemukan bukti untuk memenjarakan Jee biarpun ada seseorang mem-backing Jee.

Jee tak gentar. Silahkan saja. Kalau Thit memang sehebat itu, silahkan saja dia menemukan bukti untuk membuktikan siapa yang benar-benar bersalah. Hanya jika Thit berhasil, Jee akan membuka diri untuk ditahan.


Setibanya di parkiran, Jee langsung bersandar di sebuah mobil yang mirip dengan mobilnya tanpa sadar kalau itu sebenarnya bukan mobilnya. 

Teringat sumpah Thit, dia langsung kesal memukul mobil itu dan berusaha membuka pintunya. Tapi tentu saja tidak berhasil. Jee kontan frustasi dan menangis atas segalanya.

"Bahkan pintu mobil pun jadi masalah dalam hidupku. Apapun yang akan dilakukan takdir (padaku), silahkan saja! Kenapa aku harus terlahir? Tak ada seorangpun yang menginginkanku. Aku bahkan ingin masuk penjara, tapi tidak bisa. Orang yang seharusnya mati bukan Khun Tiwadee, tapi aku!"


Mendadak jendela mobilnya terbuka dan seorang pria muda tampan yang sedari tadi diam mendengarkan keluh kesah Jee, mengulurkan selembar saputangan untuk Jee dengan senyum ramah.

Jee kaget melihatnya. Tapi alih-alih mengira dirinya sendiri yang salah mobil, Jee malah menuduh pria itu mencuri mobilnya dan langsung menarik-narik pria itu keluar dari jendela mobil dan BUK! menonjoknya sekuat tenaga. Wkwkwk.


Thit mendadak punya ide lalu memerintahkan kedua pegawai lembur untuk mendapatkan daftar tamu yang menghadiri acara fashion show dan pesta malam itu.

Dia mau menyelidiki mobil-mobil mana saja yang punya kamera, kalau ada yang terparkir di dekat mobilnya Jee, maka mereka pasti akan menemukan bukti akan siapa yang sebenarnya mengemudikan mobil itu, Stefan atau Jee.

Bersambung ke part 4

Post a Comment

1 Comments

Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam