Sinopsis Bupphae Saniwaat Episode 14 - 3

 Sinopsis Bupphae Saniwaat Episode 14 - 3

Malam harinya, Maria menabahkan hati sebelum dia masuk ke kamar Phaulkon. Namun alangkah terkejutnya dia saat melihat Kara tidur bergelung bersama Phaulkon.

"Khun Phra! Teganya kau melakukan ini?!"


Kara terbangun mendengar suaranya, tapi Phaulkon tidak peduli dan meneruskan tidurnya. Maria sungguh kecewa pada Kara. Dia membesarkan Kara sejak dia masih kecil, tega sekali dia melakukan hal ini padanya!

"Aku tidak akan mengatakan apapun jika dia wanita lain! Tapi kenapa harus Kara?! Ini keterlaluan, Phra Wichayen!"

Kara langsung menangis dan berlutut di kaki Maria dengan penuh penyesalan. Tapi saat Maria mengajaknya kembali ke Ayutthaya, Kara malah diam yang jelas menunjukkan kalau dia lebih memilih Phaulkon. Kecewa dan sakit hati, Maria langsung pergi dari sana.


Kade membaca jurnalnya Por Date yang bercerita tentang perjalanannya ke Louvre. Itu adalah sebuah istana yang indah, elegan, dan megah. Benar-benar karya seni yang sangat indah. Setelah itu, mereka melihat-lihat sebuah ruangan tempat penyimpanan berbagai macam mesin.


Pada saat yang bersamaan, Por Date juga membacakan laporan yang sama pada Raja. Dia bercerita bahwa ada satu benda yang sangat luar biasa. Raja jadi penasaran, benda apa itu, seberapa luar biasa?

"Itu adalah sebuah mesin yang bisa membawa orang dari lantai bawah ke lantai atas, Paduka Yang Mulia." (Hah? Lift? Perancis pada zaman itu sudah punya lift? Hebat!)

"Kenapa harus pakai mesin? Kenapa mereka tidak jalan kaki saja?"

"Mesin ini bisa membawa lebih dari 10 orang, Paduka Yang Mulia." Jawab Khun Ban


Kade tercengang membaca cerita Por Date. Sama sekali tak menyangka kalau Perancis pada zaman itu sudah punya lift. Jika dihitung dari tahun 2561 (Tahun 2017 Masehi), berarti Perancis sudah memiliki lift selama 330 tahun.


Por Date lalu melapor tentang sebuah kota kecil bernama Aire. Itu sebuah kota kecil, tapi sangat penting dalam peperangan. Kota itu memiliki sebuah benteng yang sangat penting bernama Saint Francois.

Benteng itu sangat aneh dengan dikelilingi oleh parit. Jika musuh membuka pintu dan air masuk, maka paritnya akan berubah menjadi selokan. Lalu airnya akan surut kembali dan membuat selokannya menjadi parit.

Por Date melapor bahwa satu-satunya yang dipikirkan oleh Perancis adalah menjajah dan menyebarkan agama mereka. Bahkan semua orang Thai ditanyai apakah mereka sudah pindah ke agama Kristen.

Duta besar de Choisy juga terus menerus diingatkan untuk menjalin hubungan baik dengan Ayutthaya dan membuat Raja Ayutthaya pindah ke agama mereka. Mereka juga melindungi orang-orang Thai yang pindah ke agama kristen dari segala macam bahaya.


Begitu Por Date pulang, Kade langsung tanya apa reaksi Khun Ban. Por Date berkata bahwa menurut Khun Ban, mereka tidak usah khawatir. Ada banyak umat kristen di Ayutthaya dan beliau berpikir bahwa ada banyak umat kristen yang tidak dilindungi oleh Raja dan diberi kebebasan.

"Khun Ban hebat! Dia luar biasa!" Seru Kade dengan begitu antusiasnya sampai Khun Ying harus keluar untuk menegurnya soalnya Ayah Por Date lagi sakit.

Begitu Khun Ying pergi, Kade berbisik penasaran. Apakah Por Date tahu bahwa orang Perancis  bukan cuma menginginkan orang-orang untuk pindah ke agama mereka?

"Aku tahu."

"Ini tentang politik."

"Bagaimana bisa tentang politik?"

"Itu... bukan politik, tapi perang."


Maria pernah bilang bahwa suaminya dan Jenderam Desfarges membawa ribuan pasukan dari Perancis. Apa Por Date tidak melihat mereka?

"Aku melihatnya."

"Berapa banyak mereka?"

"Beberapa ribu, tapi aku tidak yakin akan jumlah pastinya."

"Berapa banyak kapal?"

"5 kapal."

"Jumlahnya benar. 5 kapal." Gumam Kade yang tentu saja mengetahuinya dari sejarah.

Por Date heran mendengarnya. Kade tahu? Bagaimana dia bisa tahu? Kade jadi canggung, bingung bagaimana harus menjelaskannya. Tapi untunglah dia terselamatkan berkat kedatangan Joi yang mengabarkan kedatangan Guru Chiprakao.

Walau masih sakit, tapi Ayah tetap keluar untuk menyambut para tamu mereka. Khun Ban dan Reung juga datang dan tanpa basa-basi, mereka langsung membahas tentang apa sebenarnya tujuan dari kedatangan ribuan pasukan Perancis itu. Raja bahkan memberi mereka makan dan segala keperluan lain di benteng Bangkok.


Di istana, Phetracha baru datang tapi malah melihat Phaulkon sedang membisiki sesuatu pada Raja. Pemandangan yang kontan membuatnya kesal. Begitu Phaulkon pergi, Phetracha langsung mengkonfrontasi Raja karena mengizinkan para pasukan farang itu tinggal di benteng Bangkok dan diberi makan juga.

Raja menekankan bahwa kedatangan mereka adalah untuk membantu dan juga memberi ilmu pengetahuan untuk meningkatkan apa yang belum bisa mereka lakukan.

Tapi Phetracha tak setuju karena masyarakat bergosip tentang itu. Menurut mereka aneh karena Raja malah memberikan kota mereka pada Perancis. Bangkok itu dekat dengan Ayutthaya.

"Aku tahu apa yang kulakukan. Mereka adalah sekutu. Mereka membawa ilmu pengetahuan untuk membantu kita. Dan lagi, kau tahu sendiri bagaimana Belanda menghindari kita."

"Tapi Paduka membuat warga ketakutan dan curiga. Siapa sebenarnya yang memerintah negeri belakangan ini? Wichayen semakin lama jadi semakin lancang. Semua orang tahu kalau dialah dalang dibalik kedatangan ribuan pasukan Perancis. 5 kapal  itu dilengkapi dengan senjata. Dia dan Jenderal Derfarges. Malah sebenarnya sejak Chevalier de Chaumont! Paduka mengizinkan mereka tinggal di benteng Bangkok!"


"Aku cuma menyuruh mereka membangun benteng! Jangan banyak bicara!"

Setetes air mata mengalir di pipi Phetracha, air mata penuh amarah dan rasa terkhianati yang sangat jelas terpancar dari tatapan matanya.

"Paduka mengizinkan para farang itu menindas rakyat kita. Mereka orang-orang yang angkuh, lancang, dan menindas. Mereka menghina prajurit kita. Mereka mengusir para penduduk desa yang tinggal di sekitar benteng. Rakyat kita harus mengalah karena mereka didukung oleh Paduka!"

"Putramulah yang memukul wajahnya. Jadi siapa yang lancang?! Lalu di mana dia sekarang?"

Jelas saja reaksi Raja itu membuat kemarahan Phetracha semakin memuncak. Asal Raja tahu saja bahwa Prasong Ong Jao (Biksu Agung) juga sangat marah pada orang-orang kristen itu.

Phaulkon memaksa ribuan biksu keluar dari kuil untuk dipekerjakan jadi budak. Dan Raja masih tidak memandangnya melakukan perbuatan yang salah?! Dia langsung keluar setelah melontarkan pertanyaan itu tanpa peduli untuk menunggu jawaban Raja.


Begitu Phetracha pergi, anak buah Phaulkon menyarankannya untuk menyingkirkan Phetracha dulu karena dia yang paling berbahaya. Tapi Phaulkon tidak sependapat.

Phaulkon yakin kalau Phetracha tidak akan bisa melakukan apapun padanya karena Phetracha hanya punya pasukan gajah, tapi tidak punya prajurit. Sebanyak apapun gajah, tidak akan bisa melawan senapan.


Phetracha tiba di rumah Por Date tak lama kemudian setelah mendengar kalau Guru Chiprakao ada di sini. Tanpa basa-basi, ia mengaku kalau ia baru saja bertengkar dengan Raja.

Dan tentu saja Kade langsung memajukan tubuhnya saking kepo-nya, tapi Khun Ying dengan cepat mempelototinya hingga terpaksa Kade harus meluruskan duduknya kembali.

"Ini benar-benar jadi masalah yang semakin serius. Umat Buddha tidak boleh membiarkan para farang itu menindas kita."

"Bukankah sudah ada seseorang yang menangani masalah itu, bukan?" Santai Guru Chiprakao.

Phetracha mengaku kalau dia mengirim Luang Sorasuk ke Bangkok untuk menangani masalah ini. Raja mendukung Phaulkon, karena itulah mereka hanya bisa menunggu sampai beliau tenang.

"Tenang? Selalu ada orang yang menyalakan api. Bagaimana bisa tenang?" Ucap Ayah.

"Dan menyalakannya dengan kedua tangannya juga." Timpal Khun Ban.

"Aku ingin semua orang mendengar apa dekrit Raja. Aku sudah hilang harapan tentang masalah ini. Ayutthaya akan hancur di tangan para farang itu."


Guru Chiprakao tetap tenang mengingatkan semua orang bahwa apa yang akan terjadi, pasti akan terjadi. Kade ikutan nimbrung, dia setuju dengan Guru Chiprakao.

Semua orang sontak berpaling menatap Kade. Reung penasaran maksudnya, memangnya apa yang akan terjadi? Kade bicara seolah dia mengetahui sesuatu dan lain hal.

"Segalanya, Luang Reung. Saat itu terjadi, tak ada seorang pun yang bisa menggantikannya. Segalanya, Khun P'. Tanpa perkecualian."

 

Sebelum pertemuan ini berakhir, Guru Chiprakao menyarankan Phetracha untuk menyuruh Luang Sorasuk kembali dari Bangkok dan pergi ke Jae Mae Wat Dusit (ibu susuan Raja) untuk mendapatkan pengampunan Raja melalui Jae Mae Wat Dusit.

Biksu Agung akan memintakan pengampunan jika Phetracha mengatakan kebenaran tentang bagaimana para farang itu mengambil para biksu dalam jumlah besar untuk dipekerjakan membangun benteng.

Guru Chiprakao meyakinkan Phetracha bahwa Raja tidak akan marah, karena ia juga memiliki kasih terhadap Luang Sorasuk juga.

Tapi Phetracha pesimis. Raja sangat menyayangi si farang itu, dia tak yakin kalau Jao Bua bisa membantu. Kalau begitu, Guru Chiprakao meminta Khun Ban untuk membantu bicara pada Jao Mae Wat Dusit karena Khun Ban kan putranya.


Khun Ban setuju. Tapi dia juga meminta Luang Sorasuk untuk belajar dari masalah ini dan lebih berhati-hati. Itu akan lebih berguna untuk misi yang jauh lebih besar.

Jangan salah menilai Raja. Beliau sangat menyukai ilmu pengetahuan, tapi beliau benci dengan tipu muslihat. Tidak usah berpikir terlalu berlebihan. Masalah Luang Sorasuk itu anak siapa, mereka semua mengetahuinya di dalam hati mereka.

Bersambung ke part 4

Post a Comment

3 Comments

  1. Terima kasihhhhhh...sudah penasaran...iseng buka malah,sudah ada...😍😍😍🤗🤗🤗

    ReplyDelete
  2. Semangat trus.. tinggl sdikit lg nih.. penasaran bgt

    ReplyDelete

Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam